STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia kembali turun pada penutupan perdagangan Kamis (12/6/2025) waktu setempat atau Jumat pagi (13/6/2025) WIB. Padahal sehari sebelumnya harga komoditas ini melonjak tajam akibat kekhawatiran konflik antara Israel dan Iran.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah berjangka Brent melemah 41 sen atau 0,59% menjadi US$69,36 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 11 sen atau 0,16% dan ditutup di level US$68,04 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Sehari sebelumnya, harga minyak sempat melesat lebih dari 4% karena kekhawatiran pasar bahwa konflik di Timur Tengah bisa mengganggu pasokan global.
NBC News melaporkan bahwa Israel tengah mempertimbangkan serangan militer terhadap Iran tanpa dukungan Amerika Serikat. Ada kemungkinan langkah itu diambil dalam beberapa hari ke depan.
Namun, mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menilai serangan tersebut belum tentu terjadi dalam waktu dekat. Ia tidak menyebutnya sebagai serangan yang “segera”.
“Saya tidak ingin mengatakan itu akan segera terjadi, tapi sepertinya ini adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi,” kata Trump dalam sebuah acara di Gedung Putih. Ia menambahkan, “Lihat, ini sangat sederhana, tidak rumit. Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir.”
Di saat yang sama, Departemen Luar Negeri AS memerintahkan evakuasi staf non-esensial dari Irak. Pentagon juga memberi izin bagi keluarga personel militer untuk meninggalkan kawasan Timur Tengah secara sukarela.
Langkah ini diambil setelah Menteri Pertahanan Iran memperingatkan bahwa mereka akan menyerang pangkalan militer AS di seluruh kawasan jika konflik benar-benar pecah.
Kekhawatiran pasar meningkat bahwa Iran bisa saja menutup Selat Hormuz sebagai respons terhadap serangan Israel. Menurut Natasha Kaneva, Kepala Riset Komoditas Global di JPMorgan, jika itu terjadi, harga minyak bisa melonjak hingga di atas US$120 per barel.
Sekitar 30% dari total perdagangan minyak global melalui laut melewati Selat Hormuz. Namun, Kaneva menilai risiko blokade tetap rendah.
“Yang paling penting, sepanjang sejarah, meskipun ada banyak ancaman, Selat Hormuz belum pernah benar-benar ditutup. Minyak mentah tetap mengalir,” kata Kaneva dalam catatan kepada klien.