STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak dunia mencatatkan lonjakan signifikan pada penutupan perdagangan Jumat (13/12/2024) waktu setempat atau Sabtu pagi (14/12/2024) WIB. Minyak Brent dan WTI masing-masing naik lebih dari 2%, mencapai level tertinggi dalam tiga minggu terakhir.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari 2025 melonjak US$1,27 atau 1,8%, ditutup pada US$71,29 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari 2025 naik US$1,08 atau 1,5%, berada di harga US$74,49 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Kenaikan ini dipicu oleh harapan bahwa sanksi lebih keras terhadap Rusia dan Iran akan semakin memperketat pasokan minyak global. Selain itu, penurunan suku bunga oleh bank sentral Eropa dan AS juga memperkuat ekspektasi bahwa permintaan bahan bakar akan meningkat.
Lonjakan harga minyak Brent ini tercatat sebagai yang terbesar sejak 22 November. Sepanjang minggu lalu, harga Brent naik 5%. Sedangkan WTI mencatatkan kenaikan 6% dalam seminggu, dengan harga tertinggi sejak 7 November.
Analis Ritterbusch and Associates menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mendorong lonjakan harga minyak. Selain sanksi terhadap Rusia dan Iran, kebijakan ekonomi China yang lebih mendukung, ketegangan politik di Timur Tengah, serta kemungkinan penurunan suku bunga oleh Federal Reserve AS turut mempengaruhi.
Pada minggu ini, Uni Eropa sepakat untuk mengenakan sanksi ke-15 terhadap Rusia terkait perang di Ukraina. Sanksi ini menargetkan armada tanker bayangan Rusia. AS juga sedang mempertimbangkan langkah serupa.
Sementara itu, Inggris, Perancis, dan Jerman siap mengembalikan semua sanksi internasional terhadap Iran jika negara tersebut mencoba mengembangkan senjata nuklir.
Data terbaru dari China menunjukkan impor minyak mentah pada November meningkat setelah tujuh bulan berturut-turut mengalami penurunan. Tren ini diperkirakan akan berlanjut hingga awal 2025, dengan pengolah minyak China memilih pasokan minyak lebih murah dari Arab Saudi.
Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan permintaan minyak global pada 2025 akan tumbuh sebesar 1,1 juta barel per hari. Ini lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya yang hanya 990.000 barel per hari. Permintaan ini didorong oleh stimulus ekonomi China.
Namun, IEA juga memperkirakan surplus pasokan minyak pada tahun depan. Negara-negara non-OPEC+ seperti Argentina, Brasil, Kanada, Guyana, dan AS diperkirakan akan meningkatkan pasokan minyak sebesar 1,5 juta barel per hari.
Sementara itu, OPEC+ berencana mempertahankan kebijakan pasokan ketat. Uni Emirat Arab, salah satu anggota OPEC, bahkan berencana mengurangi pengiriman minyak pada awal tahun depan.
Di sisi lain, investor berharap The Fed akan memangkas suku bunga AS minggu depan. Klaim pengangguran AS yang meningkat tak terduga semakin memperkuat spekulasi bahwa Fed akan mengambil langkah pelonggaran moneter.
Di Eropa, beberapa pembuat kebijakan ECB juga mendukung pemotongan suku bunga lebih lanjut jika inflasi dapat mencapai target 2%. Pemotongan ini diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak di kawasan tersebut.