STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia berakhir beragam cenderung stagnan pada penutupan perdagangan hari Selasa (11/11/2024) waktu setempat atau Rabu pagi (13/11/2024) WIB. Harga komoditas ini bertahan mendekati level terendah dua minggu setelah anjlok 5% dalam dua sesi terakhir. Investor masih mencermati proyeksi permintaan minyak dari OPEC dan dampak kebijakan stimulus dari China yang dianggap kurang signifikan.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember 2024, menguat 8 sen menjadi US$68,12 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari 2025, naik tipis 6 sen ke US$71,89 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Kedua harga acuan ini telah mencapai level terendah sejak 29 Oktober.
Analis dari Ritterbusch and Associates menjelaskan bahwa setelah penurunan tajam, harga minyak cenderung mencoba stabil dalam beberapa sesi. Namun, pasar masih menghadapi tantangan besar.
OPEC baru-baru ini menurunkan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun 2024 dan 2025. Ini adalah revisi keempat yang dilakukan oleh kelompok produsen minyak tersebut. OPEC dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, harus menunda rencana peningkatan produksi yang sedianya dijadwalkan Desember ini karena harga yang terus melemah.
Analis minyak independen, Gaurav Sharma, menilai bahwa meskipun permintaan dari China tetap rendah, upaya pengendalian pasokan oleh OPEC hanya cukup untuk mempertahankan harga Brent di kisaran US$70.
Proyeksi permintaan OPEC untuk tahun 2024 diperkirakan naik sebesar 1,82 juta barel per hari, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 1,93 juta barel per hari. Angka untuk tahun 2025 juga diturunkan dari 1,64 juta menjadi 1,54 juta barel per hari.
Di sisi lain, stimulus China senilai 10 triliun yuan (sekitar US$1,4 triliun) pekan lalu tampaknya belum cukup untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi mereka. Kondisi ini menambah tekanan pada permintaan minyak global.
Penguatan dolar AS juga turut membebani harga minyak, karena membuat minyak lebih mahal bagi negara-negara dengan mata uang lain.
Ketidakpastian ekonomi di Eropa semakin tinggi, terutama di Jerman sebagai ekonomi terbesar Eropa. Investor Jerman mulai pesimis di tengah ketidakpastian global dan ketegangan ekonomi yang kian membesar.
Di Timur Tengah, ketegangan masih berlanjut. Serangan oleh kelompok Houthi Yaman terhadap kapal AS di Laut Merah dan Laut Arab meningkatkan kekhawatiran akan gangguan suplai minyak dari kawasan tersebut, yang menambah tekanan di pasar minyak.