STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia kembali naik drastis pada penutupan perdagangan hari Kamis (29/8/2024) waktu setempat atau Jumat pagi (30/8/2024) WIB. Kenaikan ini disebabkan oleh gangguan besar dalam produksi minyak di Libya serta rencana Irak untuk mengurangi produksi minyaknya.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober naik sebesar US$1,39 atau 1,87% menjadi US$75,91 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober 2024, terdongkrak sekitar US$1,29 atau 1,64% mencapai US$79,94 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Gangguan produksi di Libya menjadi salah satu penyebab utama lonjakan harga ini. Dalam tiga hari terakhir, produksi minyak di Libya menurun hingga 1,5 juta barel. National Oil Corporation menyebut kerugian ini mencapai sekitar US$120 juta. Rapidan Energy, firma konsultan energi, memperkirakan bahwa gangguan ini bisa berlangsung selama beberapa minggu dan mencapai 900.000 hingga 1 juta barel per hari.
Selain itu, Irak juga berencana memangkas produksi minyaknya. Produksi yang semula mencapai 4,25 juta barel per hari pada bulan Juli akan dikurangi menjadi sekitar 3,9 juta barel per hari pada bulan September. Menurut sumber Reuters, Irak telah memproduksi lebih dari kuota yang disepakati dalam perjanjian dengan OPEC dan sekutunya, sehingga langkah pengurangan ini diambil.
Bob Yawger, direktur eksekutif energi berjangka di Mizuho Securities, menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang memicu kenaikan harga minyak ini. “Gangguan besar dalam produksi minyak di Libya, ancaman konflik yang meluas di Timur Tengah, dan penyimpanan minyak mentah AS yang berada pada titik terendah dalam delapan bulan terakhir, semuanya berkontribusi pada kenaikan harga minyak mentah,” kata Yawger dalam catatan sore.
Meski begitu, Yawger juga mengingatkan agar investor tetap waspada. “Semakin lama harga minyak ini naik, semakin besar kemungkinan OPEC+ akan menambah 500.000 barel ke pasar mulai Oktober,” tambahnya.
Kondisi di Libya semakin memperburuk situasi. Sengketa politik yang terus berlangsung antara pemerintah yang diakui internasional di Tripoli dan pemerintah di Benghazi, membuat produksi dan ekspor minyak Libya terancam berhenti sepenuhnya. Hal ini membuat para pembeli minyak di Eropa mencari alternatif, dan minyak mentah AS diperkirakan akan menjadi pilihan utama untuk menggantikan pasokan dari Libya.
Meski harga minyak AS sempat melonjak lebih dari 3% awal pekan ini akibat gangguan di Libya, kenaikan tersebut terkoreksi karena ketidakpastian dampak gangguan tersebut serta penurunan permintaan dari Cina.
Di tengah situasi geopolitik yang memanas, harga minyak tetap berada dalam kisaran US$71 hingga US$80 per barel sepanjang bulan ini. Namun, permintaan yang lemah dari Cina, didorong oleh meningkatnya penjualan kendaraan listrik dan ekonomi yang lesu, membuat keuntungan dari risiko geopolitik cepat memudar.