STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia melesat lebih dari 3% pada penutupan perdagangan hari Kamis (10/10/2024) waktu setempat atau Jumat pagi (11/10/2024) WIB. Ini dipicu oleh ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran serta dampak dahsyat dari Badai Milton yang menghantam Florida. Situasi ini membuat para pelaku pasar waspada terhadap potensi gangguan pasokan energi global.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November ditutup melonjak US$2,61 atau 3,56%, menjadi US$75,85 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember mengalami kenaikan sebesar US$2,82 atau 3,68%, mencapai level US$79,40 per barel. di London ICE Futures Exchange.
Badai Milton menjadi salah satu faktor utama kenaikan ini. Di Florida, badai menyebabkan sekitar seperempat stasiun bahan bakar kehabisan bensin. Selain itu, lebih dari 3,4 juta rumah dan bisnis dilaporkan mengalami pemadaman listrik.
“Penutupan terminal, penundaan pengiriman tanker, dan gangguan pipa menjadi masalah besar yang masih akan mempengaruhi pasokan bahan bakar setidaknya hingga pekan depan,” kata analis dari Ritterbusch and Associates.
Harga bensin di Amerika Serikat juga ikut terdongkrak. Pada Kamis, harga bensin tercatat naik sekitar 4%, seiring dengan ketidakpastian yang masih menyelimuti kondisi pasokan energi di wilayah yang terdampak badai.
Sementara itu, ketegangan antara Israel dan Iran kembali memanas setelah Iran menembakkan lebih dari 180 misil ke Israel awal bulan ini. Meskipun ketegangan sempat mereda, harga minyak Brent tetap mengalami kenaikan lebih dari 1% selama sepekan terakhir.
Investor semakin waspada setelah Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, mengeluarkan pernyataan keras. “Serangan balasan kami akan mematikan, tepat sasaran, dan mengejutkan,” ujarnya. Di sisi lain, Presiden AS Joe Biden juga dilaporkan telah berbicara dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk membahas strategi Israel terhadap Iran.
Negara-negara Teluk, yang kaya akan minyak, turut mengkhawatirkan keamanan fasilitas energi mereka jika konflik semakin memanas. Mereka meminta AS untuk menghentikan serangan terhadap fasilitas minyak Iran, karena dikhawatirkan dampaknya akan meluas ke kawasan Teluk.
Tidak hanya dari sisi geopolitik, permintaan minyak juga diperkirakan akan meningkat, terutama dari China. Negeri Tirai Bambu baru saja memperkenalkan rancangan undang-undang untuk mendukung sektor swasta, yang diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan investor di tengah kondisi ekonomi yang melambat.
Sementara itu, data terbaru dari AS menunjukkan kenaikan klaim pengangguran, namun inflasi tahunan tercatat berada di level terendah sejak Februari 2021. Hal ini semakin menguatkan ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve akan memotong suku bunga pada pertemuan November mendatang.
Analis dari ING Bank memperkirakan suku bunga akan dipangkas sebesar 25 basis poin pada bulan November dan Desember. Penurunan suku bunga ini diharapkan bisa menurunkan biaya pinjaman, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak.