STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak dunia naik lagi pada penutupan perdagangan Rabu (12/6/2024) waktu setempat atau Kamis pagi (13/6/2024) WIB. Meski begitu, kenaikan harga minyak ini dibatasi oleh data persediaan minyak AS yang kurang menggembirakan dan pandangan Federal Reserve yang tidak terlalu optimis.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli naik 60 sen atau 0,77% menjadi US$78,50 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus 2024, bertambah 68 sen atau 0,83% mencapai US$82,60 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Harga minyak mentah berjangka naik pada hari Rabu karena investor bertaruh pada pengetatan pasokan di akhir tahun. Namun, kenaikan tersebut dibatasi oleh indikasi dari Federal Reserve yang hanya akan melakukan satu kali pemotongan suku bunga tahun ini serta data persediaan minyak AS yang mengecewakan.
Departemen Energi AS memperkirakan permintaan global akan meningkat sebesar 1,1 juta barel per hari (bpd) tahun ini, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 900.000 bpd. Peningkatan permintaan ini menunjukkan adanya defisit pasokan, dengan produksi dunia diperkirakan naik 800.000 bpd pada tahun 2024.
Harga minyak sempat naik hampir 2% di awal hari, tetapi kemudian turun setelah AS melaporkan kenaikan 3,7 juta barel dalam persediaan minyak mentah minggu lalu. Padahal, analis memperkirakan penurunan sebanyak satu juta barel. Stok bensin juga naik 2,6 juta barel, jauh di atas perkiraan analis yang hanya sebesar 891.000 barel. Permintaan bahan bakar meningkat sebesar 94.000 barel per hari (bpd) menjadi sekitar sembilan juta bpd total. Meski musim mengemudi musim panas sudah dimulai, rata-rata harian permintaan bahan bakar masih lesu, atau 1,5% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Harga minyak turun lebih jauh setelah Federal Reserve mengumumkan hanya akan ada satu kali pemotongan suku bunga tahun ini, berbeda dengan perkiraan sebelumnya yang menyebutkan tiga kali pemotongan pada bulan Maret lalu. Federal Reserve menyatakan bahwa keputusan ini diambil karena kemajuan dalam mengendalikan inflasi masih terbilang lambat.
“Pasar minyak dalam jangka pendek kemungkinan akan semakin ketat,” kata Martijn Rats, ahli strategi komoditas di Morgan Stanley. Bank investasi tersebut memperkirakan defisit sebesar 1,2 juta bpd di kuartal ketiga, yang dapat mendorong harga Brent ke US$86 per barel.
Sementara itu, OPEC mempertahankan perkiraan bahwa permintaan minyak akan tumbuh sebesar 2,2 juta barel per hari karena ekonomi global yang kuat tumbuh sebesar 2,8% tahun ini. Namun, pandangan ini berbeda dengan pandangan yang lebih pesimis dari Badan Energi Internasional (IEA), yang melihat penurunan permintaan dan peningkatan pasokan minyak.