STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia naik pada penutupan perdagangan Kamis (20/3/2025) waktu setempat atau Jumat pagi (21/3/2025) WIB. Kenaikan ini terjadi setelah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru terkait Iran. Ketegangan di Timur Tengah juga ikut mendorong kenaikan harga, meskipun penguatan dolar AS membatasi lonjakan lebih lanjut.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah berjangka Brent naik US$1,12 atau 1,58% menjadi US$71,90 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI untuk kontrak April menguat US$1,07 menjadi US$68,23 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Sanksi baru dari AS menargetkan sejumlah entitas, termasuk untuk pertama kalinya sebuah kilang minyak independen di China, yang dikenal sebagai “teapot refinery”. Kilang-kilang ini merupakan pembeli utama minyak mentah Iran, sementara China sendiri adalah importir terbesar minyak Iran. Saat ini, Iran memproduksi lebih dari 3 juta barel minyak per hari.
“Kami mencari pemicu pergerakan harga, dan ini adalah faktor yang mendorong minyak kembali ke level tinggi,” kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.
Di sisi lain, OPEC+ mengumumkan jadwal pemangkasan produksi tambahan untuk tujuh negara anggota, termasuk Rusia, Kazakhstan, dan Irak. Pemangkasan ini akan berkisar antara 189.000 hingga 435.000 barel per hari dan dijadwalkan berlangsung hingga Juni 2026.
Sementara itu, stok minyak mentah AS meningkat 1,7 juta barel, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 512.000 barel. Namun, kenaikan dolar AS menekan harga minyak karena membuat minyak lebih mahal bagi pembeli luar negeri.
Bank sentral AS, The Fed, mempertahankan suku bunga acuannya pada Rabu (20/3). Meskipun masih berencana memangkas suku bunga dua kali tahun ini, The Fed menegaskan tidak terburu-buru melakukannya karena masih mempertimbangkan dampak kebijakan tarif perdagangan AS.
Kelvin Wong, analis senior di OANDA, memperkirakan harga minyak akan bergerak naik secara bertahap, meskipun tidak stabil. “Saya memperkirakan tren naik yang tidak mulus di pasar minyak saat ini,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa kebijakan stimulus China dan konflik yang kembali memanas antara Israel dan Hamas menjadi faktor yang mendukung kenaikan harga.
Ketegangan geopolitik juga semakin meningkat setelah Israel melancarkan operasi darat baru di Gaza, mengakhiri gencatan senjata yang berlangsung hampir dua bulan. Selain itu, AS terus melakukan serangan udara terhadap kelompok Houthi di Yaman sebagai respons atas serangan mereka terhadap kapal-kapal di Laut Merah. Presiden AS Donald Trump juga berjanji akan menekan Iran jika kelompok Houthi kembali melakukan serangan.
J.P. Morgan memperkirakan harga Brent akan naik ke kisaran pertengahan hingga tinggi US$70 dalam beberapa bulan mendatang, sebelum akhirnya turun di bawah US$70. Namun, kebijakan tarif Trump terhadap Kanada, Meksiko, dan China masih menjadi faktor yang berpotensi menekan harga minyak ke depan.