STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak dunia ditutup menguat tipis pada perdagangan Jumat (24/1/2025) waktu setempat atau Sabtu pagi (25/1/2025) WIB. Meski naik di akhir pekan, harga minyak tercatat melemah secara mingguan setelah empat pekan berturut-turut mengalami kenaikan.
Pelemahan ini terjadi setelah Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan rencana untuk meningkatkan produksi minyak dalam negeri. Trump juga mendesak OPEC agar menurunkan harga minyak guna menekan biaya energi di AS.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat 4 sen atau 0,05% menjadi US$74,66 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent, naik tipis 21 sen atau 0,27% mencapai US$78,50 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Dalam sepekan Brent turun 2,83% dan WTI merosot lebih dalam sebesar 4,13%.
Trump kembali menekan OPEC untuk menurunkan harga minyak sebagai strategi melemahkan keuangan Rusia dan mempercepat akhir perang di Ukraina. “Salah satu cara menghentikan perang ini dengan cepat adalah OPEC berhenti menghasilkan terlalu banyak uang dan menurunkan harga minyak… perang itu akan segera berhenti,” kata Trump di North Carolina.
Namun, ancaman sanksi AS terhadap Rusia dan Iran, dua produsen minyak utama, dinilai bisa menjadi hambatan bagi rencana Trump. Analis StoneX, Alex Hodes, menilai Trump ingin OPEC mengisi kekosongan akibat sanksi tersebut.
Hingga kini, OPEC+ belum merespons tekanan Trump. Beberapa delegasi mengatakan produksi minyak baru akan ditingkatkan pada April mendatang sesuai rencana.
Di sisi lain, Chevron telah memulai produksi di proyek ladang minyak Tengiz senilai US$48 miliar. Proyek ini diperkirakan menambah sekitar 1% pasokan minyak global dan bisa menekan langkah OPEC yang selama ini membatasi produksi.
Trump juga terus mendorong kebijakan energinya dengan mencabut berbagai aturan lingkungan yang dianggap menghambat industri energi AS. Meski langkah ini berpotensi meningkatkan permintaan minyak, kelebihan pasokan global masih menjadi tantangan.
Menurut analis IG, Yeap Jun Rong, harga minyak ke depan diperkirakan bergerak di kisaran US$76,50 hingga US$78 per barel. Namun, pasar masih dihadapkan pada ketidakpastian terkait kebijakan tarif baru AS dan dampaknya terhadap ekonomi global.
Tekanan lain datang dari prospek lemahnya permintaan China serta surplus pasokan global. Meski cadangan minyak mentah AS berada di level terendah sejak Maret 2022, hal ini belum mampu menopang harga secara signifikan.