STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia ditutup turun pada akhir perdagangan Kamis (31/7/2025) waktu setempat atau Jumat pagi (1/8/2025) WIB. Investor tengah mencermati perpanjangan kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan Meksiko, serta lonjakan tak terduga pada stok minyak mentah AS.
Mengutip CNBC International, kontrak berjangka Brent melemah 71 sen atau 0,97% ke level US$72,53 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak September turun 74 sen atau 1,06% ke posisi US$69,26 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Padahal, sehari sebelumnya kedua acuan minyak ini sempat naik 1%.
Penurunan harga terjadi setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan perpanjangan kesepakatan dagang dengan Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum selama 90 hari. Keduanya akan melanjutkan pembicaraan demi mencapai kesepakatan baru.
“Mexico akan terus membayar Tarif Fentanyl sebesar 25%, Tarif Mobil sebesar 25%, dan Tarif Baja, Aluminium, serta Tembaga sebesar 50%. Selain itu, Mexico juga sepakat untuk segera menghapus hambatan perdagangan non-tarif yang jumlahnya sangat banyak,” tulis Trump dalam unggahan di Truth Social.
Kabar ini memberi tekanan pada harga minyak, menurut John Kilduff, mitra di Again Capital New York. “Secara keseluruhan, tarif tersebut berdampak negatif bagi permintaan minyak ke depan, dan situasi dengan Meksiko ini hanya menunda masalah,” ujarnya.
Beban tambahan datang dari data persediaan minyak mentah AS. Energy Information Administration (EIA) melaporkan adanya kenaikan stok sebesar 7,7 juta barel menjadi 426,7 juta barel dalam sepekan yang berakhir 25 Juli. Kenaikan ini dipicu oleh ekspor yang lebih rendah.
Padahal, para analis sebelumnya memperkirakan akan terjadi penurunan sebanyak 1,3 juta barel.
Namun, ada sisi positif dari penurunan stok bensin. Persediaan bensin turun sebesar 2,7 juta barel ke 228,4 juta barel, jauh lebih besar dari ekspektasi penurunan 600.000 barel. Penurunan ini dianggap mendukung prospek permintaan bahan bakar selama musim liburan.
“Data inventaris AS menunjukkan kenaikan mengejutkan dalam stok minyak mentah, tetapi penurunan bensin yang lebih besar dari perkiraan mendukung pandangan permintaan tinggi selama musim berkendara. Dampaknya netral bagi pasar minyak,” kata analis Fujitomi Securities, Toshitaka Tazawa.
Ancaman sanksi baru dari AS terhadap Rusia juga jadi perhatian pasar. Awal pekan ini, Trump mengatakan akan menerapkan tarif sekunder 100% kepada mitra dagang Rusia jika negara itu tak menunjukkan kemajuan dalam mengakhiri perang Ukraina dalam 10–12 hari.
AS juga memperingatkan China agar berhenti membeli minyak dari Rusia. Bila tidak, negara itu bisa menghadapi tarif besar-besaran.
Sinyal tekanan mulai terasa. Menurut sumber Reuters, kilang minyak milik negara di India belum membeli minyak mentah Rusia dalam seminggu terakhir.
Di sisi lain, Departemen Keuangan AS pada Rabu mengumumkan sanksi baru terhadap lebih dari 115 individu, entitas, dan kapal yang terafiliasi dengan Iran. Langkah ini memperkuat kampanye tekanan maksimal AS setelah serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran pada Juni lalu.
Ketegangan geopolitik dan fluktuasi data inventaris masih menjadi penentu utama pergerakan harga minyak dalam waktu dekat. Pasar kini menanti arah kebijakan lanjutan dari Gedung Putih dan tanggapan negara-negara besar terhadap ancaman tarif.