STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons protes keras dan seruan mogok yang dilancarkan para investor terkait penerapan kebijakan papan pemantauan khusus yang menggunakan mekanisme Full Periodic Call Auction (FCA) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengatakan pihaknya terus memantau perkembangan yang ada. OJK, lanjut dia, akan mendengarkan masukan dari para pelaku pasar.
“Review terus kita lakukan. Kami terbuka untuk masukan dari pelaku pasar, dan tentunya kami perhatikan sesungguhnya,” ujar Inarno, di Jakarta, Senin (10/6/2024).
Menurut Inarno, penerapan papan pemantauan khusus bertujuan untuk melindungi investor dan meningkatkan price discovery saham. Kebijakan ini merupakan respons terhadap masukan dari para pelaku pasar dan hasil kajian mendalam oleh OJK sejak 2012.
Inarno mengatakan, kajian terkait papan pemantauan khusus telah dilakukan sejak lama, terutama untuk meninjau harga minimum saham yang fundamentalnya masih cukup baik. Penelitian dimulai pada 2012 hingga 2018, termasuk kajian terhadap penny stock yang dipraktikkan di pasar internasional.
“Kita lihat bagaimana penny stock yang terjadi di best practice di luar sana,” terang Inarno.
Pada 2019, OJK mulai mengkaji penerapan papan pemantauan khusus secara bertahap. Adapun kebijakan tersebut pertama kali diterapkan secara resmi pada 12 Juni 2023, dengan menggunakan mekanisme continuous auction dan batas harga Rp50.
Namun, setelah proses diskusi yang intensif dengan berbagai pihak terkait, termasuk asosiasi, pengguna, asuransi, dan dana pensiun, OJK memutuskan untuk menerapkan tahap kedua papan pemantauan khusus pada 25 Maret 2024. Tahap kedua ini melibatkan perdagangan melalui periodical auction.
“Jadi, kira-kira 9 bulan setelah tahap pertama kita lakukan. Nah tentunya kami dalam waktu 9 bulan itu telah melakukan berbagai diskusi dengan stakeholder, dengan asosiasi, dengan pengguna, asuransi, dana pensiun, dsb. Akhirnya kita berlakukan di 25 Maret 2024. Jadi prosesnya itu cukup panjang,” tambah Inarno.
Kendati begitu, Inarno mengaku sadar betul bahwa mungkin dibutuhkan tambahan waktu untuk sosialisasi. “9 bulan sosialisasi itu masih kurang, Kita tetap harus terus mensosialisasikan, bahwasannya dengan papan pemantauan khusus itu justru investor terlindungi dan justru price discovery-nya tercapai,” paparnya.
Inarno mengklaim, penarapan papan pemantauan khusus tahap dua berhasil meningkatkan stabilitas dan likuiditas saham. Setelah penerapan kebijakan ini, harga saham yang sebelumnya stagnan mulai menuju harga yang lebih wajar.
Inarno mengungkapkan bahwa harga saham memang turun, tetapi menuju harga yang sesuai. “Ya betul, memang turun. Tapi mungkin perlu dilihat bahwa selama ini saham itu tidak pernah ada likuiditas dan bertengger di Rp50,” ujarnya.
Dengan kebijakan baru ini, harga saham mulai menunjukkan pergerakan yang lebih alami. Hal ini disebabkan oleh regulasi yang memungkinkan harga saham terkoreksi menjadi lebih wajar. “Dengan adanya papan pemantauan khusus tahap dua, volume transaksi meningkat di saham-saham yang sebelumnya stagnan di Rp50,” tambah Inarno.
Menariknya, jumlah investor aktif tidak berubah meskipun kebijakan ini diterapkan. Data OJK menunjukkan bahwa sebelum dan setelah kebijakan ini diberlakukan, jumlah investor aktif tetap stabil. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan papan pemantauan khusus tidak mengurangi minat investor di pasar saham.
Volume transaksi juga meningkat signifikan pada saham-saham yang sebelumnya berada di harga Rp50. Fakta ini menegaskan bahwa kebijakan ini berhasil meningkatkan likuiditas di pasar saham. Inarno juga mengungkapkan bahwa sekitar 100 saham telah keluar dari papan pemantauan khusus dan harganya membaik setelah adanya kebijakan ini. “Totalnya mungkin dari sejak awal itu, sekitar 300 yang masuk di papan pemantauan khusus. Itu hampir 100 sudah keluar dari papan pemantauan khusus, dan harganya pun membaik setelah adanya hal tersebut,” paparnya.
Inarno mengatakan, beberapa negara lain juga menerapkan kebijakan serupa dengan melakukan lelang periodik untuk saham-saham tertentu. Itu antara lain adalah National Stock Exchange of India, Bursa Efek Taiwan dan Bursa Istanbul. Euronext pun menggunakan lelang periodik untuk saham-saham tertentu.