STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia kembali terpeleset pada penutupan perdagangan Selasa (20/6/2023) waktu setempat atau Rabu (21/6/2023) WIB. Tergelincirnya harga komoditas ini antara lain dipicu oleh pernyataan peneliti di China National Petroleum (CNPC) yang menyebut bahwa permintaan minyak mentah Tiongkok akan tumbuh lebih rendah ketimbang ekspektasi sebelumnya. Ini lantaran tingginya permintaan mobil elektrik di negara Tirai Bambu tersebut.
Pada Mei 2023, impor bahan bakar minyak (BBM) Tiongkok mengalami penurunan. Padahal, pada April 2023, impor BBM negara tersebut berhasil menyentuh level tertinggi dalam 10 tahun terakhir.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli 2023 ditutup terjun bebas US$1,28, atau sekitar 1,8% menjadi US$70,50 per barel di New York Mercantile Exchange. Sebagai informasi, kontrak minyak WTI untuk pengiriman Juli 2023 akan berakhir pada Selasa.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus 2023 berakhir terpuruk 19 sen, atau sekitar 0,3% menjadi US$75,90 per barel di London ICE Futures Exchange.
Pada Selasa (20/6/2023), Bank sentral Tiongkok memangkas loan prime rate (LPR) satu tahun dan LPR lima tahun sebesar 0,1%. Angka ini tidak sesuai dengan ekpektasi para pelaku pasar yang mengharapkan penurunan LPR lima tahun lebih besar dari 0,1%.
Minimnya pemotongan LPR lima tahun tersebut dipandang tak cukup kuat untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi Tiongkok, yang diharapkan dapat meningkatkan permintaan minyak.
Para analis Eurasia Group menyebut, permintaan minyak Tiongkok bisa naik lagi pada semester dua tahun ini. Syaratnya, pemerintah negara komunis tersebut meluncurkan stimulus baru.