STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – PT PAM Mineral Tbk (NICL), emiten tambang nikel yang dikendalikan secara tidak langsung oleh Christopher Sumasto Tjia, mencatat lonjakan kinerja keuangan signifikan pada kuartal III 2025.
Laba bersih setelah pajak atau laba neto periode berjalan tercatat sebesar Rp401,66 miliar, naik tajam 131,28% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp173,66 miliar.
Kenaikan laba tersebut sejalan dengan peningkatan penjualan dan efisiensi biaya yang diterapkan perusahaan. Penjualan NICL selama kuartal III 2025 mencapai Rp1,35 triliun, tumbuh 64,82% dibandingkan Rp821 miliar pada periode yang sama tahun 2024.
Pertumbuhan penjualan ini ditopang lonjakan volume penjualan nikel dari 1.273.855,62 mt menjadi 2.404.590,63 mt atau meningkat 88,76%.
Efisiensi operasional juga membuat laba kotor naik tajam menjadi Rp600,92 miliar, melonjak 104,53% dibandingkan kuartal III 2024 sebesar Rp293,80 miliar. Marjin laba kotor pun membesar dari 35,77% menjadi 44,39%.
Laba usaha ikut terkerek 123,71%, dari Rp225,68 miliar pada kuartal III 2024 menjadi Rp504,88 miliar di kuartal III 2025.
Direktur Utama PAM Mineral, Ruddy Tjanaka, menilai kinerja tersebut merupakan hasil dari langkah antisipatif perusahaan terhadap fluktuasi harga nikel global. “Sejak akhir tahun 2024, harga acuan nikel domestik mengalami penurunan sebesar 5,20% sejalan dengan tren global dan euforia industri baterai kendaraan listrik yang cenderung fluktuatif. Kami melihat bahwa penurunan harga nikel tersebut merupakan koreksi positif dan sudah diprediksi oleh perseroan,” ujarnya.
Ruddy menambahkan, strategi adaptif perusahaan berhasil menjaga kinerja tetap tumbuh. “Perseroan sudah menyiapkan langkah antisipatif sejak awal tahun, tercermin dengan kinerja operasional dan keuangan Perseroan yang bertumbuh pada kuartal III tahun 2025. Kami meyakini penurunan harga ini merupakan fluktuasi jangka pendek dan Perseroan berkomitmen untuk tetap adaptif terhadap situasi terkini guna mempersiapkan juga mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi,” katanya.
Meski kinerja keuangan tumbuh kuat, total aset perusahaan sedikit turun 7,45% menjadi Rp971,88 miliar dari Rp1,05 triliun pada tahun 2024. Liabilitas juga turun menjadi Rp138,60 miliar dari Rp171,92 miliar karena pembayaran utang, sedangkan ekuitas tercatat menurun dari Rp878,18 miliar menjadi Rp833,27 miliar.
Ruddy menjelaskan kapasitas produksi PAM Mineral per kuartal III 2025 telah mencapai 92,48% dari Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang disetujui Kementerian ESDM. “Meskipun Perseroan tetap mampu menunjukkan kinerja operasional dan finansial yang memuaskan pada kuartal ketiga 2025 namun hal tersebut belum mencapai ekspektasi Perseroan. Dikarenakan RKAB Perseroan yang saat ini masih dalam proses pengajuan, sehingga hal itu menjadi salah satu tantangan yang dihadapi Perseroan tahun ini,” ujarnya.
Perseroan memperkirakan harga nikel masih akan berfluktuasi hingga akhir tahun 2025, dipengaruhi kebijakan perdagangan Amerika Serikat dan kelebihan pasokan global. Namun, PAM Mineral melihat peluang strategis bagi Indonesia sebagai alternatif pasokan logam kritis di tengah ketegangan antara China dan negara barat.
Selain itu, perusahaan terus menyesuaikan diri dengan perubahan regulasi, termasuk ketentuan baru RKAB yang kini berlaku satu tahun. PAM Mineral juga aktif mengikuti sosialisasi sistem administrasi baru di kementerian terkait untuk mempercepat proses perizinan teknis.
Hingga akhir 2025, PAM Mineral menargetkan produksi gabungan mencapai 2,6 juta ton ore. Target ini didukung program pengeboran lanjutan untuk menambah cadangan sumber daya dan kemitraan strategis dengan smelter serta trader di Sulawesi, Pulau Obi, dan Halmahera.
