STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) mencatat kinerja keuangan yang impresif selama sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2025. Perusahaan menunjukkan pertumbuhan signifikan pada pendapatan, laba, serta total aset. Capaian ini didorong oleh ekspansi agresif pada sektor telekomunikasi.
Emiten yang tengah naik daun dengan program internet rakyat ini membukukan pendapatan usaha bersih meningkat 100,99%. Angka pendapatan melesat menjadi Rp 1,01 triliun, dari sebelumnya Rp 504,95 miliar.
Merujuk data laporan keuangan WIFI yang disampaikan pada laman BEI, Jumat (12/12/2025), perseroan mampu mengontrol beban pokok pendapatan di angka Rp 325,42 miliar. Alhasil, laba bruto per September 2025 naik hingga 124,16% jadi Rp 689,48 miliar. Sebelumnya, laba bruto tercatat Rp 307,58 miliar di periode sama tahun 2024.
Segmen Telekomunikasi melonjak menjadi dominan sebesar Rp 739,44 miliar. Angka ini menyumbang 72,77% dari total pendapatan sebelum potongan harga. Pendapatan dari segmen ini juga menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sisanya disumbang dari segmen periklanan sebesar Rp 276,67 miliar atau setara 27,23%.
Manajemen perseroan juga berhasil mengontrol beban umum dan administrasi di angka Rp 155,42 miliar. Menariknya, perseroan membukukan pendapatan lain-lain sebesar Rp 40,18 miliar.
Kinerja ini membuat laba usaha WIFI per 30 September 2025 naik 127,18% jadi Rp 574,24 miliar. Pada periode sama tahun sebelumnya, laba usaha tercatat Rp 252,77 miliar.
Tahun ini perseroan membukukan penghasilan keuangan senilai Rp 40,21 miliar, sedangkan pada tahun lalu pos ini hanya tercatat Rp 446 juta. Setelah dikurangi biaya keuangan senilai Rp 204,59 miliar, laba sebelum pajak penghasilan WIFI per 30 September 2025 adalah Rp 409,85 miliar. Angka ini tumbuh 127,77% dari Rp 179,94 miliar di tahun lalu.
Kontribusi Surge kepada negara berupa beban pajak penghasilan neto periode ini naik signifikan menjadi Rp 79,67 miliar. Dengan berbagai catatan ini, laba neto periode berjalan per 30 September 2025 mengalami lonjakan menjadi Rp 330,18 miliar. Angka ini naik 108,13% dari periode sama tahun 2024 yang hanya Rp 158,64 miliar.
Dari laba tersebut, laba neto periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk melonjak 71,03% ke Rp 260,09 miliar. Sebelumnya, angka ini hanya Rp 152,07 miliar.
Sementara itu, laba neto periode berjalan yang diatribusikan kepada non pengendali juga naik jadi Rp 70,09 miliar dari hanya Rp 6,56 miliar. Dengan demikian, laba per saham dasar WIFI periode ini mencapai Rp 105,54 per lembar. Angka ini naik jauh jika dibandingkan periode tahun lalu yang hanya Rp 64,54 per saham dasar.
Dari sisi neraca, total aset WIFI melonjak sebesar 331,32% menjadi Rp 12,54 triliun pada 30 September 2025. Nilai ini naik signifikan dari periode 31 Desember 2024 yang hanya Rp 2,907 triliun.
Ekuitas Grup mengalami kenaikan signifikan sebesar 749,90% dari Rp 969,84 miliar menjadi Rp 8,18 triliun. Peningkatan ini menyebabkan proporsi ekuitas terhadap total aset mencapai 65,28%. Hal ini menandakan struktur permodalan yang kuat.
Total Liabilitas juga meningkat sebesar 124,69% menjadi Rp 4,35 triliun. Namun, porsi liabilitas dalam pendanaan aset menjadi 34,72%. Rasio pengungkit (Gearing Ratio) per 30 September 2025 berada pada level negatif, yaitu (0,17). Posisi ini menunjukkan liabilitas neto yang lebih rendah dibandingkan kas dan setara kas.
Meski kinerja cemerlang, penurunan harga saham PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) belakangan ini telah menjadi sorotan. Direksi WIFI menekankan koreksi ini tidak boleh disalahartikan sebagai penurunan fundamental bisnis. Hal ini melainkan penyesuaian pasar sementara akibat perubahan struktur modal yang mendukung fase ekspansi perusahaan yang sangat agresif.
Salah satu pemicunya adalah lonjakan beban bunga. Investasi di depan (Capex) menjadi kunci penjelasannya. Utang obligasi WIFI melonjak signifikan dari Rp 600 Miliar menjadi Rp 2,5 Triliun. Dana segar ini didapatkan sepenuhnya untuk membiayai ekspansi, yang membuat total aset perusahaan meroket hingga Rp 12,5 Triliun.
“Meningkatnya beban bunga yang tercermin dalam Laporan Laba Rugi Kuartal III 2025 memang menekan laba bersih kami dalam jangka pendek. Namun, perlu ditekankan bahwa ini adalah ‘Biaya Pertumbuhan’ (Cost of Growth), bukan kerugian. Dana Rp 2,5 Triliun ini adalah modal kerja produktif yang kami tanamkan di depan untuk mematangkan infrastruktur jaringan baru. Pasar bereaksi terhadap tekanan laba sesaat ini, tetapi kami yakin investasi ini adalah pondasi untuk ‘panen raya’ pendapatan di kuartal-kuartal mendatang,” tegas Direktur WIFI, Shannedy Ong.
Kekuatan fundamental WIFI semakin teruji dengan masuknya raksasa telekomunikasi Jepang, NTT East, sebagai pemegang saham di anak usaha (IJE) pada Juli 2025. Menurut manajemen, validasi global ini belum sepenuhnya terhitung dalam harga pasar.
“Kemitraan strategis dengan NTT East adalah validasi jangka panjang terhadap potensi dan kualitas aset WIFI,” lanjut Shannedy. “Masuknya mereka baru terjadi di awal Q3. Sinergi operasional, transfer teknologi, dan efisiensi jaringan tidak terjadi dalam semalam. Pasar belum sepenuhnya menghargai valuasi dari kemitraan ini karena dampaknya ke bottom line membutuhkan waktu inkubasi 6 hingga 12 bulan. Ini adalah katalisator pertumbuhan masa depan, bukan sekadar suntikan dana sesaat.”
Direksi WIFI mengajak investor untuk melihat gambaran besar. Koreksi harga saat ini mencerminkan sikap wait-and-see investor. Pasar menunggu bukti beban bunga besar dari obligasi dapat dikonversi menjadi kenaikan pendapatan dan ROE (Return on Equity) yang sepadan.
“Koreksi saham WIFI saat ini adalah fenomena yang wajar dan jangka pendek, karena kami sedang berada di ‘fase menanam’ yang sangat agresif. Kami telah mengamankan pendanaan besar, aset kami tumbuh 4x lipat, dan kami didukung mitra global sekelas NTT East. Wajar jika profitabilitas sedikit tertekan beban bunga sebelum ‘panen raya’ dari kapasitas jaringan baru ini dimulai. Kami meminta investor untuk fokus pada fundamental yang semakin kuat dan prospek jangka panjang perusahaan,” pungkas Shannedy.
