STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan batas auto rejection bawah (ARB) menjadi 15% untuk saham di seluruh papan perdagangan Bursa Efek Indonesia. Ketentuan ini berlaku untuk saham di Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Ekonomi Baru, serta untuk produk Exchange-Traded Fund (ETF) dan Dana Investasi Real Estat (DIRE).
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya menjaga stabilitas pasar dan melindungi investor di tengah dinamika perdagangan saham yang semakin aktif.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon, Inarno Djajadi, menjelaskan kebijakan tersebut diambil setelah melalui pertimbangan dan kajian yang mendalam.
“Perlu saya jelaskan bahwasannya kebijakan auto rejection bawah atau ARB di level 15% ini sudah melalui kajian yang mendalam dan ini sudah merupakan pendekatan yang lebih seimbang antara perlindungan investor dan juga efisiensi pasar,” kata Inarno, dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Menurutnya, kondisi pasar saat ini jauh berbeda dibandingkan masa pandemi COVID-19. Kala itu, OJK menetapkan ARB hanya 7% untuk meredam gejolak pasar yang sangat tinggi akibat pembatasan – pembatasan aktifitas ekonomi.
“Tidak seperti saat pandemi dimana terdapat pembatasan-pembatasan ekonomi, saat ini kami melihat pasar lebih stabil dan juga lebih matang. Sehingga diperlukan ruang yang lebih luas untuk menjaga stabilitas harga dan juga likuiditas,” ujarnya.
Meski batas ARB kini diperlonggar, OJK tidak akan lepas tangan. Inarno menegaskan bahwa pihaknya bersama Self-Regulatory Organization (SRO) akan terus memantau efektivitas kebijakan ini secara berkala.
“OJK dan juga SRO itu dan juga tentunya kita melibatkan juga pelaku pasar gitu ya akan terus memantau secara berkala terhadap efektivitas pelaksanaan kebijakan ini,” jelasnya.
Ia menambahkan, bila dalam waktu ke depan volatilitas pasar mereda dan didukung oleh data fundamental yang positif, OJK bisa saja menyesuaikan kembali kebijakan ini.
“Dalam hal volatilitas dan juga tekanan di pasar saham sudah mulai berkurang dan juga didukung oleh data fundamental yang baik, tentunya OJK akan mempertimbangkan dengan seksama sebelum dilakukan penyesuaian terhadap kebijakan tersebut,” pungkasnya.