STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Para pendiri PT Gojek-Tokopedia Tbk (GOTO) ramai-ramai telah hengkang dari perusahaan tersebut. Mereka bahkan sampai bela-belain meninggalkan kursi empuk sebagai direksi dan komisaris. Keputusan mundur tersebut, diambil hanya dua tahun setelah GOTO melakukan penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO) saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kendati kini sudah tak lagi menduduki posisi penting, namun para pendiri seperti Andre Soelistyo, Kevin Bryan Aluwi, William Tanuwijaya, dan Melissa Siska Juminto masih tetap menggenggami saham GOTO. Memang, jumlah kepemilikan saham mereka telah menurun dibandingkan saat pertama kali GOTO melantai di BEI pada tahun 2022.
Para pendiri tersebut juga masih mempertahankan kepemilikan saham Seri B, yang masa sunset-nya baru akan berakhir pada Maret 2032. Sesuai dengan aturan yang berlaku, setelah periode sunset terlewati, barulah saham Seri B tersebut bisa dialihkan.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna, menjelaskan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22/2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas Berupa Saham menyatakan bahwa saham dengan hak suara multipel (MVS) dapat dialihkan setelah periode larangan pengalihan saham berakhir.
“Hal ini tertuang dalam pasal 9 ayat 1 POJK tersebut,’ ujar Nyoman, di Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Mengacu pada fakta-fakta di atas, itu berarti periode terkunci (lock-up period) saham seri B GOTO ini baru akan berakhir kurang lebih 8 tahun lagi. Namun, baru-baru ini, Patrick Walujo bersama dua direksi GOTO lainnya telah ditunjuk sebagai calon pemegang saham Seri B GOTO. Pertanyaannya sekarang, apakah penunjukan ini sudah sesuai dengan regulasi tentang MVS?
Menjawab hal ini, Nyoman mengatakan bahwa berdasarkan pasal 9 ayat 1, 2, dan 4 POJK 2021, pemegang saham dengan hak suara multipel yang akan mengalihkan sahamnya wajib melakukan pengalihan melalui pasar negosiasi kepada pemegang saham dengan hak suara multipel lainnya.
“Selain itu, perusahaan juga wajib mengumumkan rencana pengalihan saham dengan hak suara multipel tersebut,” tandasnya.
IPO GOTO awalnya dianggap sebagai yang terbesar di Indonesia. Ironisnya, harga saham perusahaan ini terus mengalami kemerosotan hingga akhirnya mentok di Rp50 per saham.
Soal nasib apes GOTO ini, BEI ikut buka suara. Menurut Nyoman, pergerakan harga saham yang terjadi sepenuhnya merupakan mekanisme pasar. Harga saham terbentuk karena adanya permintaan dan penawaran atas saham Perseroan yang dilakukan investor. “Selain itu, harga saham juga dipengaruhi oleh fundamental, rencana strategis ke depan, kemampuan Tim Manajemen Puncak, model bisnis, dan lingkungan eksternal,” pungkasnya.
GOTO kini menghadapi tantangan besar. Perusahaan harus bisa menunjukkan strategi yang kuat untuk menjaga kepercayaan investor dan membalikkan tren penurunan harga saham. Semua mata tertuju pada langkah-langkah yang akan diambil oleh manajemen baru untuk membawa perusahaan ini menuju pertumbuhan yang lebih baik.