STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mempersiapkan implementasi transaksi short selling di Indonesia. Aturan terkait short Short Selling ini diharapkan akan mulai diterapkan pada kuartal IV tahun 2024. Implementasi ini sejalan dengan POJK Nomor 6 Tahun 2024 tentang pembiayaan transaksi efek oleh perusahaan efek bagi nasabah dan transaksi short selling oleh bursa efek.
Iman Rachman, Direktur Utama BEI, menyatakan bahwa BEI bersama Self Regulatory Organization (SRO) lainnya yakni PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), saat ini sedang dalam tahap pembahasan peraturan bursa terkait short selling.
“Implementasi aturan ini diperkirakan akan dimulai setelah persiapan selama 6 bulan. BEI juga sedang melakukan pendampingan bagi anggota bursa yang berminat mendapatkan lisensi short selling. Saat ini, sudah ada 19 anggota bursa yang menyatakan minatnya,” kata Iman, dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (12/8/2024).
Iman menjelaskan, short selling sendiri memiliki tujuan utama untuk meningkatkan likuiditas pasar dan menciptakan fair price discovery, terutama saat pasar sedang bearish. Menurut Iman, ini memberikan kesempatan bagi investor untuk memanfaatkan kondisi pasar yang menurun, tidak hanya saat pasar sedang bullish. Di bursa lain seperti Malaysia, Thailand, dan Hong Kong, short selling bisa menambah transaksi harian hingga 17%.
“Kami berharap bahwa dengan adanya short selling, likuiditas pasar akan meningkat, dan akan ada penambahan transaksi 2-3% dari transaksi harian bursa,” tambah Iman.
Sebagai langkah awal, BEI akan memperkenalkan intraday short selling. Hal ini dilakukan untuk menguji dampak kebijakan tersebut terhadap pasar. “Kami akan mulai dengan intraday short selling untuk melihat bagaimana respons pasar,” jelas Iman.
PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sedang mempersiapkan langkah-langkah penting untuk mendukung implementasi short selling di pasar modal Indonesia. Menurut Direktur Utama KPEI, Iding Pardi, salah satu upaya utama yang dilakukan adalah menyediakan fasilitas Securities Lending and Borrowing (SLB) atau pinjaman meminjam efek secara efektif.
“SLB ini adalah syarat utama untuk meningkatkan likuiditas dan mengelola risiko dalam short selling,” ujar Iding. Dia menambahkan, meskipun implementasi awal hanya mencakup intraday short selling, yang tidak memerlukan SLB karena transaksi harus ditutup dalam satu hari, persiapan untuk ke depannya tetap dilakukan.
Iding menjelaskan bahwa di masa depan, KPEI akan menyiapkan efek-efek yang siap dipinjamkan untuk mendukung transaksi short selling. “Kami bekerja sama dengan pelaku pasar, KSEI, dan Bursa untuk memastikan ketersediaan efek yang siap dipinjamkan,” jelasnya.
PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) juga telah menyatakan kesiapannya secara penuh untuk mendukung implementasi short selling di pasar modal Indonesia. Direktur Utama KSEI, Samsul Hidayat, menegaskan bahwa KSEI akan memastikan kelancaran proses bisnis short selling melalui kolaborasi sistem yang terpadu bersama KPEI.
“Nantinya, kami akan mengikuti bagaimana bisnis proses dari short selling ini berjalan. Secara sistem, investor yang meminjamkan sahamnya akan bisa melakukannya dengan dukungan penuh dari KSEI dan KPEI,” ujar Samsul.
Ia menambahkan, KSEI dan KPEI akan bekerja sama untuk memastikan ketersediaan efek yang siap dipinjamkan untuk kepentingan transaksi short selling. “KSEI dan KPEI akan kerjasama untuk Ketersediaan efek yang akan dipinjamkan atau tersedia untuk dipinjamkan untuk kepentingan kegiatan transaksi Short selling. Dan mekanisme selanjutnya nantinya secara detail akan kita diskusikan. Bahwa KSEI selalu siap jika bisnis prosesnya dan mechanism pelaksanaan short selling-nya,” jelas Samsul.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan komitmennya untuk melakukan pengawasan ketat terhadap praktik short selling di pasar modal Indonesia. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menjelaskan bahwa OJK akan memastikan setiap aktivitas short selling dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku untuk menghindari volatilitas pasar yang berlebihan.
“OJK akan melakukan monitoring dan pengawasan untuk memastikan bahwa praktik short selling dilakukan sesuai dengan ketentuan. Kami juga akan memastikan semua transaksi tercatat dengan baik dan dapat diaudit, guna menjaga transparansi,” ujar Inarno.
Selain itu, OJK memiliki kewenangan untuk membatasi atau menangguhkan aktivitas short selling jika dianggap berisiko secara sistematik. “Pencegahan terhadap risiko sistematik adalah prioritas kami. Jika diperlukan, OJK akan membatasi atau menangguhkan short selling untuk menjaga stabilitas pasar,” tambah Inarno.
Ia juga menekankan pentingnya koordinasi antara OJK dengan BEI untuk memastikan pasar berfungsi dengan baik dan stabilitas tetap terjaga. “Pengawasan yang ketat dan transparansi adalah kunci untuk meminimalkan risiko dan dampak negatif dari praktik short selling,” jelasnya.
OJK juga akan memastikan kesiapan operasional dengan menyempurnakan sistem protokol manajemen risiko serta memberikan edukasi kepada investor. Langkah ini dilakukan untuk mendukung implementasi short selling yang aman dan efisien di pasar modal Indonesia.