STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Manajemen PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) berencana melakukan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau right issue. Dari aksi korporasi ini, TOWR membidik perolehan dana mencapai Rp9 triliun. Ini terungkap dalam keterbukaan informasi rencana penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Rabu (18/9/2024).
Monalisa Irawan, Corporate Secretary TOWR mengatakan, pelaksanaan right issue akan direalisasikan setelah Perseroan mengantongi restu dari para pemegang saham. Untuk itu, TOWR bakal menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 25 Oktober 2024. PMHMETD ini juga hanya bisa berjalan setelah Perseroan mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut Monalisa, saham baru tersebut nantinya akan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia dan memiliki hak yang sama dengan saham yang sudah ada. Harga penawaran saham baru akan diumumkan dalam prospektus PMHMETD yang akan diterbitkan segera. Yang pasti, seluruh prosesnya akan mengikuti peraturan hukum yang berlaku di Indonesia.
Dana yang terkumpul dari aksi korporasi ini akan digunakan untuk memperkuat modal kerja TOWR serta anak usahanya, PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), yang 99% sahamnya dimiliki Perseroan. Setelah mengurangi biaya emisi, sebagian dana juga akan digunakan untuk melunasi pinjaman perusahaan. Detail penggunaan dana untuk Protelindo akan diatur sesuai dengan Peraturan OJK No. 42/POJK.04/2020 mengenai transaksi afiliasi dan benturan kepentingan. Informasi lebih lanjut mengenai penggunaan dana akan diungkapkan dalam prospektus yang diberikan kepada pemegang saham yang berhak.
Namun, para pemegang saham perlu siap dengan risiko dilusi jika tidak menggunakan haknya dalam PMHMETD ini. Sesuai dengan Peraturan OJK No. 32/2015, pelaksanaan right issue ini harus dilakukan paling lambat 12 bulan setelah mendapatkan persetujuan RUPSLB.
Monalisa menegaskan bahwa tidak ada dampak material yang merugikan terhadap kegiatan operasional, hukum, atau kondisi keuangan perusahaan akibat rencana ini.
