STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Wall Street kembali ambruk pada penutupan perdagangan hari Selasa (17/12/2024) waktu setempat atau Rabu pagi (18/12/2024) WIB. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) mencatat penurunan selama 9 hari berturut-turut. Ini jadi rekor terpanjang sejak 1978.
Mengutip CNBC International, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di Bursa Efek New York turun 267,58 poin atau 0,61% menuju level 43.449,9. Indeks S&P 500 (SPX) tergerus 23,47 poin atau 0,39%, menjadi 6.050,61. Sementara itu, Indeks komposit Nasdaq (IXIC) yang didominasi saham teknologi melemah sebesar 64,83 poin atau 0,32%, ke posisi 20.109,06.
Penurunan ini terjadi setelah Dow Jones sempat menembus level 45.000 di awal bulan. Rotasi investor dari saham-saham “old economy” ke teknologi membuat arah pasar berbalik.
Saham Nvidia, yang baru bergabung dengan Dow sejak November, jatuh ke zona koreksi. Saham Tesla justru menguat, tapi saham Broadcom anjlok hingga 5%.
Jeff Kilburg, CEO KKM Financial, mengatakan saham teknologi besar yang disebut “Magnificent 7” masih mendominasi pasar. “Di sisi lain, saham S&P 500 lainnya seperti terlupakan, dan Dow semakin tertekan,” ujarnya.
Pelaku pasar saat ini fokus pada kebijakan suku bunga The Fed yang akan diumumkan Rabu. Bank sentral AS diprediksi memangkas suku bunga 0,25%. Peluangnya disebut mencapai 95%. Namun, ada kekhawatiran langkah ini bisa memicu inflasi atau bahkan gelembung pasar saham.
Meski begitu, data penjualan ritel November justru lebih baik dari perkiraan. Hal ini malah memunculkan keraguan baru. Investor khawatir The Fed bertindak terlalu cepat dalam memangkas suku bunga.
David Russell, Kepala Strategi Pasar Global di TradeStation, menilai kebijakan Donald Trump setelah kemenangannya di pemilu sempat memicu lonjakan sektor tertentu. “Namun, pasar kini mulai sadar kebijakan Trump bisa membawa risiko baru, seperti suku bunga lebih tinggi dan ketidakpastian perdagangan,” ujarnya.