STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan Senin (6/10/2025) waktu setempat atau Selasa pagi (7/10/2025) WIB. Penguatan ini terjadi di tengah kekhawatiran pasar terhadap stabilitas fiskal dan politik di Jepang serta Prancis.
Mengutip CNBC International, Yen melemah setelah Partai Demokrat Liberal Jepang memilih Sanae Takaichi sebagai pemimpin baru. Politisi konservatif itu dikenal sebagai pendukung kebijakan ekonomi “Abenomics” yang menekankan stimulus fiskal besar dan kebijakan moneter longgar.
Kemenangan Takaichi membuat pelaku pasar mengurangi ekspektasi kenaikan suku bunga Bank of Japan (BoJ) bulan ini. “Tidak disangka kalau Takaichi yang akan menang,” kata Sarah Ying, Kepala Strategi Valas di CIBC Capital Markets Toronto. “Ada fokus lebih besar pada sisi fiskal karena Takaichi dianggap akan melanjutkan kebijakan Abenomics. Pasar juga memperkirakan adanya stimulus tambahan.”
Dolar AS sempat melonjak lebih dari 2% hingga menyentuh 150,47 yen, tertinggi sejak 1 Agustus. Pada akhir sesi, dolar menguat 1,87% ke level 150,2 yen. Jika bertahan, itu menjadi kenaikan harian terbesar sejak 12 Mei.
Sementara itu, Bank of Japan tetap mempertahankan pandangan optimistis terhadap prospek ekonomi, meski memperingatkan ketidakpastian akibat dampak tarif AS terhadap laba perusahaan. BoJ diperkirakan masih akan menunggu lebih banyak data sebelum menaikkan suku bunga.
Euro juga sempat menyentuh 176,25 yen, tertinggi sejak mata uang tunggal Eropa itu diperkenalkan pada 1999. Namun terhadap dolar dan poundsterling, euro justru melemah setelah Perdana Menteri Prancis Sebastien Lecornu dan kabinetnya mengundurkan diri hanya beberapa jam setelah dilantik.
Situasi ini menambah ketidakpastian politik di Prancis, yang sebelumnya sudah menghadapi tekanan akibat perdebatan anggaran. “Ini bukan krisis besar, tapi situasinya tidak terlihat baik, terutama dengan isu anggaran yang sedang hangat,” ujar Ying. “Risiko terbesar sebenarnya jika Presiden Macron mundur, tapi skenario itu tampaknya kecil.”
Euro terakhir tercatat turun 0,26% di US$1,171 setelah sempat menyentuh US$1,1649, level terendah sejak 25 September. Euro juga melemah terhadap pound ke posisi terendah sejak 18 September.
Sementara itu, indeks dolar AS naik 0,4% ke 98,11. Penguatan ini terjadi di tengah belum berakhirnya penutupan sebagian pemerintahan AS akibat kebuntuan di Kongres yang belum menyetujui anggaran baru.
Penutupan tersebut menyebabkan tertundanya sejumlah data ekonomi penting, termasuk laporan ketenagakerjaan September yang seharusnya dirilis Jumat lalu. Kondisi ini membuat volatilitas pasar menurun.
“Volatilitas di pasar keuangan turun drastis sejak dimulainya penutupan pemerintahan AS,” tulis tim analis Barclays yang dipimpin Themistoklis Fiotakis. “Dampak terhadap aktivitas ekonomi dan pasar tenaga kerja AS mungkin baru akan terlihat dalam beberapa waktu.”
The Federal Reserve kini diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin dalam pertemuan 28–29 Oktober mendatang, menyusul data yang menunjukkan pelemahan pasar tenaga kerja. Pelaku pasar juga memperkirakan peluang sebesar 83% untuk pemangkasan tambahan pada Desember, tergantung pada data ekonomi yang keluar sebelum itu.