Jumat, November 28, 2025
30.8 C
Jakarta

Ketegangan di Timur Tengah Guncang Pasar Saham RI, Deretan Emiten Berkualitas Rontok Harganya. Siapa Saja?

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Ketegangan geopolitik di Timur Tengah telah membawa dampak signifikan bagi pasar modal Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus merosot, dari 7.286 sebelum libur Lebaran menjadi 7.164 usai Idul Fitri. Pada penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (7/5) IHSG berakhir di level 7.099. Setelah Iran melakukan serangan balasan terhadap Israel, nilai tukar rupiah juga merosot hingga mencapai Rp. 16.170 pada hari perdagangan pertama setelah libur panjang Lebaran.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah Redjalam, mengatakan bahwa pelemahan rupiah juga mengikuti tren pelemahan mata uang negara-negara berkembang di tengah ketidakpastian global yang mencapai puncak tertingginya.

Saham-saham dengan fundamental bagus turut merasakan imbasnya. Saham-saham yang sebelumnya merangkak naik, langsung anjlok akibat meningkatnya ketidakpastian, terutama setelah serangan balik Iran ke Israel. Saham-saham besar seperti saham perbankan, energi, manufaktur, dan telekomunikasi terguncang.

“Faktor Timur Tengah telah membuat saham-saham berguguran, tidak hanya saham medioker tetapi juga saham-saham berkapitalisasi besar penopang index lintas sektor seperti perbankan, energi, manufaktur dan telekomunikasi,” kata Piter Abdullah kepada awak media di Jakarta, Selasa (14/5).

Contohnya, saham BCA sebelum libur Lebaran mencapai puncaknya di Rp 10.325 per saham. Kemudian, terjun ke Rp 9.475 per saham setelah serangan Iran ke Israel pada tanggal 16 April. Harga saham BBCA mencapai titik terendahnya pada level Rp 9.350 per unit pada tanggal 22 April. “Pola yang serupa juga terjadi pada saham Bank Mandiri, Bank BRI, dan Bank BNI,” terang Piter.

Padahal, jika melihat kinerja fundamental dari emiten-emiten tersebut selama triwulan pertama tahun 2024, hasilnya sungguh luar biasa. Bank BCA berhasil mencatatkan keuntungan sebesar Rp 12,9 triliun selama triwulan pertama tahun 2024. Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 11,7% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Begitu juga dengan Bank Mandiri yang berhasil mencetak laba sebesar Rp12,7 triliun, naik 1,13% dari tahun sebelumnya. Bank BRI juga tidak kalah dengan laba sebesar Rp 15,88 triliun, melonjak sebesar 2,45% year on year (yoy). Sementara Bank BNI meraup laba sebesar Rp 5,33 triliun, naik sebesar 2% year on year (yoy). “Artinya penurunan harga saham sama sekali tidak berhubungan dengan kinerja keuangan perusahaan (emiten),” jelas Piter.

Sama halnya dengan saham emiten non-perbankan lainnya, saham Telkom juga mengalami tekanan yang signifikan. Dalam tiga bulan terakhir, harga saham Telkom terkikis sebesar 12,6%, dan secara year to date (ytd), harga sahamnya turun sebanyak 12,1%.

Meskipun demikian, kinerja keuangan atau fundamental Telkom tetap menunjukkan performa yang sangat baik. Pada triwulan pertama tahun 2024, Telkom berhasil mencatatkan pendapatan sebesar Rp 37,4 triliun, meningkat sebesar 3,7% year on year. Sementara itu, EBITDA Telkom juga tumbuh sebesar 2,2% year on year menjadi Rp 19,4 triliun, dengan laba bersih mencapai Rp 6,1 triliun.

Piter melihat bahwa kinerja Telkom didukung oleh anak perusahaan-perusahaannya, terutama Telkomsel yang tetap menjadi kontributor terbesar pendapatan Telkom. Meskipun demikian, menurut Piter, kinerja Telkom di sektor telekomunikasi seharusnya lebih diapresiasi, jika dibandingkan dengan bank-bank besar lainnya. Dia menjelaskan bahwa bank-bank besar di sektor perbankan cenderung diuntungkan oleh struktur pasar yang lebih kondusif, sedangkan sektor telekomunikasi menghadapi proses disrupsi yang membutuhkan respons yang cepat dan tepat. Kegagalan dalam menyusun langkah-langkah transformasi dapat berdampak fatal bagi kelangsungan Telkom.

“Keuntungan bank-bank besar di sektor perbankan itu bukan sepenuhnya hasil kerja keras. Mereka diuntungkan oleh struktur pasar yang sangat kondusif.  Contohnya saja NIM yang begitu tinggi. Berbeda dengan apa yang dihadapi Telkom di sektor telekomunikasi. Sektor telekomunikasi justru mengalami proses disruption yang menuntut response yang cepat dan juga tepat. Kegagalan menyusun langkah-langkah transformasi bisa berdampak fatal bagi keberlangsungan Telkom,” urai dia.

Piter berpandangan bahwa kemampuan Telkom menjaga pertumbuhan pendapatan dan juga tingkat keuntungan dikala Telkom sedang melakukan strategi transformasi  di tengah gelombang disruption di industry telekomunikasi patut dihargai. Proses transformasi di Telkom dilakukan saat perusahaan masih sehat  berlangsung dan berjalan cukup mulus.

“Tidak perlu ada keraguan, Telkom akan senantiasa menjadi salah satu BUMN kebanggaan nasional yang mampu bersaing secara global”. ucap Piter.

- Advertisement -

Artikel Terkait

Simak! Ini 5 Saham Top Losers dalam Sepekan, Ada MSIN, PURI dan KOKA

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama sepekan...

Sinar Mas Multiartha (SMMA) Tambah Setoran Modal Anak Usaha Rp880 Miliar

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) - PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA) telah...

Multi Garam  (FOLK) Gelar Private Placement 394,814 Juta Saham, Buat Apa

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – PT Multi Garam Utama Tbk (FOLK) berencana...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer 7 Hari

Berita Terbaru