STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) berhasil mencatatkan rekor pencatatan saham tertinggi tahunan sepanjang sejarah Pasar Modal Tanah Air di penghujung tahun 2023. Bahkan, BEI secara konsisten sukses menjadi Bursa dengan jumlah Initial Public Offering (IPO) terbanyak di ASEAN sejak tahun 2018.
Sayang, banyaknya jumlah emiten yang IPO tidak berbanding lurus dengan kualitas. Tak heran, para pelaku di pasar modal Indonesia kerap melontarkan kritik pedas terkait kualitas emiten-emiten baru tersebut. Bagaimana tidak, banyak diantara emiten anyar itu yang harga sahamnya langsung nyungsep usai IPO. Mirisnya, tak sedikit dari Perusahaan Tercatat tersebut yang berkali-kali mengalami auto reject bawah (ARB).
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, membantah tudingan hanya mengejar rekor jumlah IPO terbanyak. Ia menjelaskan bahwa BEI terus berupaya mendorong lebih banyak perusahaan untuk tercatat di bursa. “Kami terus berupaya untuk mendorong lebih banyak perusahaan untuk tercatat di Bursa Efek Indonesia, seiring dengan upaya kami meningkatkan kualitas Perusahaan Tercatat,” kata Nyoman,” di Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Nyoman optimistis, seiring berbagai inisiatif dan dukungan yang diberikan BEI, kualitas dan kuantitas perusahaan yang melakukan IPO akan terus bertambah setiap tahunnya.
Ia menegaskan bahwa BEI tidak hanya fokus pada peningkatan jumlah perusahaan yang melakukan IPO saja, tetapi juga meningkatkan kualitas perusahaan yang tercatat. BEI telah menetapkan kebijakan baru bagi perusahaan yang akan melakukan IPO.
“Sebagaimana tertuang dalam Ketentuan IV.1.4..1 Peraturan Bursa Nomor I-A, Bursa dapat meminta dokumen, informasi dan/atau penjelasan tambahan baik secara lisan maupun tertulis dengan Calon Perusahaan Tercatat dan/atau pihak-pihak lain yang terkait rencana Pencatatan saham Calon Perusahaan Tercatat dalam rangka penelaahan atas rencana Pencatatan saham Calon Perusahaan Tercatat,” ujar Nyoman.
Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan kualitas calon perusahaan tercatat. BEI juga telah mengomunikasikan permintaan laporan riset ekuitas kepada underwriter. Laporan ini disampaikan ketika perusahaan telah tercatat, guna meningkatkan keterbukaan informasi dan menarik minat pasar.
Hal ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik pasar (market attractiveness) dan mendukung informasi fundamental yang disampaikan oleh Perusahaan Tercatat. “Kami berharap kebijakan ini dapat membantu publik dalam mengambil keputusan investasi. Kami juga terus mengkaji perubahan regulasi sesuai dengan dinamika terbaru di Pasar Modal Indonesia,” tandas Nyoman.
Adapun mengenai penurunan harga saham pasca IPO, Nyoman mengatakan, itu bisa terjadi karena berbagai faktor di pasar modal. Selain aspek fundamental dan kelangsungan usaha, ada faktor lain yang juga mempengaruhi pergerakan harga saham. Itu seperti kondisi ekonomi nasional dan global, sentimen pasar, serta dinamika permintaan dan penawaran.
“Oleh karena hal tersebut, penurunan harga saham tidak serta merta menunjukkan adanya keraguan atas kelangsungan usaha suatu Perusahaan,” pungkasnya.