STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia mengalami penurunan signifikan pada penutupan perdagangan hari Rabu (23/10/2024) waktu setempat atau Kamis pagi (24/10/2024) WIB, Penurunan ini terjadi bersamaan dengan lonjakan stok minyak mentah AS yang jauh melampaui perkiraan.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November merosot 97 sen atau 1,35%, menjadi US$70,77 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember Brent turun US$1,08 atau 1,42%, mencapai US$74,96 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Sebelumnya, harga minyak sempat merangkak naik dalam dua sesi perdagangan terakhir. Namun, kenaikan tersebut tidak cukup untuk mengimbangi kerugian lebih dari 7% yang terjadi minggu lalu. Penurunan harga ini dipicu oleh kekhawatiran terhadap permintaan dari China dan berkurangnya risiko gangguan pasokan akibat konflik di Timur Tengah.
Di AS, stok minyak mentah naik 5,5 juta barel menjadi 426 juta barel pada pekan yang berakhir 18 Oktober. Angka ini jauh melebihi ekspektasi analis yang memprediksi kenaikan hanya 270.000 barel. Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates, menjelaskan, “Kenaikan ini sebagian besar disebabkan oleh lonjakan impor minyak mentah pasca-Hurricane Milton.”
Aktivitas penyulingan juga terus meningkat, yang menyebabkan akumulasi dalam persediaan bensin dan distilat, meskipun ada penurunan kecil pada minggu lalu.
Harga minyak tertekan oleh kenaikan indeks dolar yang mencapai titik tertinggi sejak akhir Juli. Dolar yang menguat menjadikan minyak yang diperdagangkan dalam denominasi dolar lebih mahal bagi pembeli dengan mata uang lain.
Ketegangan yang terus berlangsung di Timur Tengah turut memengaruhi pasar minyak. Analis dari ING menyatakan bahwa pasar masih menunggu respons Israel terhadap serangan rudal Iran. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, juga mendesak penghentian konflik antara Israel dan kelompok militan Hamas serta Hezbollah. Namun, serangan udara berat Israel di kota pelabuhan Tyre, Lebanon, menunjukkan bahwa situasi masih tidak stabil.
Pelaku pasar mulai memperhitungkan bahwa konflik di Timur Tengah mungkin akan berlarut-larut. Ketidakpastian ini semakin diperparah dengan potensi kesepakatan gencatan senjata yang terhambat.