STOCKWATCH.ID (HOUSTON) – Harga minyak mentah dunia ditutup turun pada akhir perdagangan Jumat (29/8/2025) waktu setempat atau Sabtu pagi (30/8/2025) WIB. Tekanan datang dari kekhawatiran permintaan minyak di Amerika Serikat yang melemah serta kabar mengenai kemungkinan gencatan senjata di Ukraina.
Mengutip CNBC International, kontrak berjangka Brent kontrak Oktober merosot 50 sen atau 0,73% ke posisi US$68,12 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) terkoreksi 59 sen atau 0,91% menjadi US$64,01 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Tamas Varga, analis PVM Oil Associates, menilai pasar kini menunggu pertemuan OPEC+ pekan depan. Organisasi Negara Pengekspor Minyak bersama sekutunya tengah meningkatkan produksi demi merebut kembali pangsa pasar. Kondisi ini memperbesar potensi suplai dan menekan harga global.
Namun tambahan pasokan belum terasa di Amerika Serikat. Musim puncak konsumsi bahan bakar pada musim panas segera berakhir dengan libur Labor Day. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran permintaan makin rendah.
Phil Flynn, analis senior Price Futures Group, menegaskan masih optimistis terhadap permintaan minyak. “Pesimisme soal permintaan, saya tidak melihatnya. Pasokan dari OPEC seharusnya meningkat, tapi kami belum melihatnya di AS. Saya pikir pasar akan tetap ketat,” ujarnya.
Harga minyak sempat menguat di awal pekan setelah Ukraina menyerang terminal ekspor minyak Rusia. Namun laporan pembicaraan gencatan senjata antara Ukraina dan sekutu Eropa menahan kenaikan harga. Flynn menjelaskan, “Harga turun karena kabar adanya pembicaraan damai.”
Data persediaan minyak AS hingga 22 Agustus menunjukkan penarikan lebih besar dari perkiraan. Analis SEB Bank, Ole Hvalbye, menyebut kondisi itu menandakan permintaan masih kuat, terutama dari sektor industri dan transportasi barang.
Sementara itu, Vivek Dhar, analis komoditas Commonwealth Bank of Australia, memperkirakan harga minyak Brent bisa turun ke US$63 per barel pada kuartal IV 2025.
Investor juga mencermati langkah India yang terus membeli minyak Rusia meski mendapat tekanan dari Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump baru saja menggandakan tarif impor dari India menjadi 50%. Namun pedagang memperkirakan ekspor minyak Rusia ke India justru meningkat pada September.
Tamas Varga menilai kebijakan India tidak akan banyak berubah. “Pandangan yang berlaku adalah sanksi terhadap Rusia tidak akan muncul, dan India akan mengabaikan ancaman sanksi AS serta terus membeli minyak Rusia dengan harga diskon besar,” katanya.
