STOCKWATCH.ID (HOUSTON) – Harga minyak mentah dunia ditutup menguat pada perdagangan Jumat (26/9/2025) waktu setempat atau Sabtu pagi (27/9/2025) WIB. Kenaikan ini terjadi setelah serangan drone Ukraina menghantam infrastruktur energi Rusia dan memangkas ekspor bahan bakar dari negara tersebut.
Mengutip CNBC International, kontrak berjangka Brent naik 71 sen atau 1,02% menjadi US$70,13 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat 74 sen atau 1,14% dan ditutup di US$65,72 per barel, di New York Mercantile Exchange.
“Pasar terus fokus pada situasi antara Rusia dan Ukraina,” kata John Kilduff, Partner di Again Capital. “Serangan drone Ukraina ini mulai berdampak.”
Tekanan terhadap pasokan makin besar setelah Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengumumkan larangan sebagian ekspor solar hingga akhir tahun dan memperpanjang larangan ekspor bensin. Pengurangan kapasitas kilang juga membuat beberapa wilayah Rusia mengalami kekurangan pasokan bahan bakar tertentu.
Selain serangan drone, sentimen harga juga dipengaruhi kebijakan Amerika Serikat. “Presiden Trump terus menekan sekutu AS untuk mengurangi impor dari Rusia,” kata Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates. “Kita mungkin akan melihat India dan Turki mengurangi sebagian impor mereka dari Rusia.”
Ketegangan meningkat setelah NATO memperingatkan akan merespons pelanggaran wilayah udara negara anggota. Hal ini menambah risiko sanksi baru terhadap industri minyak Rusia, kata analis ANZ Daniel Hynes.
Sementara itu, ekspor minyak dari wilayah Kurdistan, Irak, dijadwalkan kembali berjalan pada Sabtu. Badan pemasaran negara SOMO akan mengirimkan minyak melalui pipa ke pelabuhan Ceyhan di Turki. “Pasar akan memperhatikan produksi dari Kurdistan untuk melihat seberapa besar tambahan pasokan yang masuk,” ujar Lipow.
Dari sisi permintaan, data terbaru menunjukkan produk domestik bruto AS naik 3,8% secara tahunan pada kuartal lalu setelah revisi ke atas dari estimasi sebelumnya. Kondisi ini memberi harapan permintaan energi akan tetap kuat.
“Jika pasokan Rusia ke China dan India berubah, mereka pasti mencari pasokan lain,” ujar Kilduff. “Data ekonomi AS sejauh ini cukup baik. Dan dengan The Fed melonggarkan suku bunga, itu akan mendukung permintaan.”
Namun, data ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan bisa membuat The Fed lebih berhati-hati memangkas suku bunga setelah pekan lalu menurunkan 25 basis poin, pemangkasan pertama sejak Desember.