Rabu, Desember 3, 2025
25.1 C
Jakarta

Target Ambisius 2030! BEI Incar Posisi 10 Besar Bursa Saham Dunia, Siap Salip Tetangga

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki mimpi besar untuk lima tahun ke depan. Otoritas bursa menargetkan diri masuk dalam jajaran elit bursa saham global pada tahun 2030. Rencana strategis ini diungkapkan dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI, Rabu (3/12/2025).

Rapat tersebut dihadiri oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar dan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi. Direktur Utama BEI, Iman Rachman, memaparkan visi tersebut di hadapan anggota dewan. Ia menjelaskan master plan BEI periode 2026-2030 yang sangat ambisius.

“Mungkin ini sedikit mungkin update, mengenai master plan karena kebetulan master plan Bursa Efek Indonesia habis 2025. Dan mulai tahun depan kita punya master plan baru 2026-2030. Jadi sebagai gambaran bahwa destination statement kita di 2030 adalah Bursa Efek Indonesia menjadi 10 besar bursa di global dari sisi market cap maupun dari sisi nilai transaksi,” ujar Iman.

Saat ini posisi BEI di kancah global sudah cukup diperhitungkan. Nilai transaksi harian di pasar saham Indonesia tergolong tinggi. Posisi Indonesia bahkan sudah berada di atas Singapura.

“Sebagai gambaran hari ini dari sisi market cap kita nomor 21, dari sisi transaksi kita nomor 17. Di mana hari ini kita masuk bursa efek yang 1 miliar dolar transaksi per hari. Jadi kita masuk 1 billion bahkan kita di atas tetangga kita, Pak, seperti Singapura hari ini dan kita hanya sedikit di bawah SET Thailand,” jelasnya.

Untuk mencapai target 10 besar dunia, BEI menyiapkan enam fokus utama. Strategi pertama berkaitan dengan akses yang lebih demokratis dan pengembangan produk. Strategi kedua berfokus pada konektivitas global. BEI tidak ingin hanya jago kandang, melainkan mulai bekerja sama dengan bursa luar negeri untuk menambah likuiditas.

“Jadi ada enam hal yang kita fokuskan. Pertama adalah terkait dengan democratized access. Artinya kita aksesnya akan kita mulai spesifikasi produk. Jadi dari sisi produk, pertumbuhan pengembangan pasar kita lakukan. Kedua terkait dengan globally connected, Pak,” tutur Iman.

Iman menambahkan penjelasan mengenai konektivitas global tersebut.

“Jadi kita bicara sekarang ini tidak hanya fokus kepada pasar modal Indonesia, tapi juga mulai kita melihat kerja sama dengan bursa-bursa di luar Indonesia yang kita harapkan menambah likuiditas. Sebagai gambaran bulan lalu kita dengan OJK baru saja launching di Singapore Stock Exchange unsponsored DR. Jadi DR Depository Receipt yang dicatatkan di Singapore Stock Exchange tapi underlying saham kita. Sehingga ada tambahan likuiditas dari investor Singapura yang membeli DR dengan underlying saham kita,” paparnya.

Strategi ketiga menyasar perusahaan yang akan melantai di bursa atau IPO. BEI mengubah pendekatan menjadi lebih agresif. Otoritas bursa akan proaktif menjemput bola dan tidak hanya menunggu perusahaan sekuritas membawa calon emiten.

“Ketiga terkait dengan floating shares, ini juga terkait IPO. Jadi kami lebih lebih agresif, karena selama ini terus terang kalau IPO kan kita menunggu ya. Jadi yang bawa itu adalah perusahaan apa sekuritas yang bawa. Sekarang juga kita akan lebih aktif mendampingi. Jadi akan mendampingi perusahaan-perusahaan tercatat untuk siap untuk listing,” kata Iman.

Fokus selanjutnya adalah pengembangan budaya inovasi di internal bursa. Produk yang ditawarkan harus sesuai dengan kebutuhan pasar atau market fit. Iman mencontohkan produk derivatif dan bursa karbon yang kini mulai diaktifkan.

“Demikian juga adalah bagaimana internal kami budaya inovatif ini kami kembangkan. 3 tahun ini kita coba makin banyak produk, tidak kita hanya bicara yang existing saham, derivatif, even bursa karbon juga kita aktifkan. Dan juga inovasi market fit. Ini juga inovasi kita saat ini tidak lagi hanya kalau saya selalu bilang tick the box, Pak, bahwa kita punya produknya, tapi produk itu harus fit dengan kebutuhan market,” ungkapnya.

Terakhir, BEI ingin mengubah struktur pendapatannya. Saat ini pendapatan BEI masih didominasi oleh transaksi perdagangan. Ke depan, BEI ingin meningkatkan porsi pendapatan dari layanan data, meniru bursa-bursa besar dunia seperti di London dan New York.

“Dan yang terakhir adalah ini terjadi di bursa-bursa lain di mana sebenarnya sumber pendapatan mereka tidak lagi hanya transaksi. Hari ini Bursa Efek Indonesia 70% pendapatannya atau revenue berdasarkan dari transaksi perdagangan dan 15% dari data atau layanan data. Sementara kalau kita gambarkan contoh London Stock Exchange, New York, NASDAQ misalnya, sudah 50-50, 50% data, 50% perdagangan. Ini demikian mungkin, sekedar market update,” pungkas Iman.

- Advertisement -

Artikel Terkait

Gembok Dibuka! 4 Saham Ini Siap ‘Ngegas’ Lagi Besok, Cek Daftarnya

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Bursa Efek Indonesia (BEI) membawa kabar...

DPR Dorong Free Float 30%, Bos BEI: Butuh Dana Raksasa Rp 1.424 Triliun!

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Rencana kenaikan batas minimal saham publik...

Memasuki 2026, Nusantara Infrastructure (META) Tetap Fokus di Bisnis Jalan Tol, EBT dan Air Bersih

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Memasuki tahun 2026, manajemen PT Nusantara...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer 7 Hari

Berita Terbaru