STOCKWATCH.ID (HOUSTON) – Harga minyak mentah dunia bergerak naik pada penutupan perdagangan Senin (22/12/2025) waktu setempat atau Selasa pagi (23/12/2025) WIB. Kenaikan ini terjadi setelah pejabat Amerika Serikat (AS) mencegat sebuah kapal tanker minyak di perairan internasional lepas pantai Venezuela. Aksi ini memicu kekhawatiran pasar akan adanya gangguan pasokan.
Mengutip CNBC International, minyak mentah Brent naik US$1,60 atau 2,65% ke level US$62,07 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat US$1,49 atau 2,64% ke posisi US$58,01 per barel, di New York Mercantile Exchange.
June Goh, analis pasar minyak senior di Sparta Commodities memberikan pandangannya terkait situasi ini.
“Pasar mulai menyadari fakta pemerintahan Trump mengambil pendekatan keras terhadap perdagangan minyak Venezuela,” ujar Goh.
Sebagai informasi, minyak mentah Venezuela menyumbang sekitar 1% dari pasokan global.
“Harga minyak mendapat dukungan dari berita geopolitik ini bersamaan dengan memanasnya ketegangan Rusia-Ukraina di latar belakang pasar yang sebenarnya sangat bearish secara fundamental,” tambah Goh.
Penjaga Pantai AS dikabarkan sedang mengejar kapal tanker minyak di perairan internasional dekat Venezuela. Pejabat terkait mengatakan kepada Reuters pada hari Minggu mengenai operasi ini. Jika berhasil, ini akan menjadi operasi ketiga dalam waktu kurang dari dua minggu.
Analis IG, Tony Sycamore menilai pemulihan harga minyak dipicu oleh pengumuman Presiden AS Donald Trump. Trump mengumumkan blokade “total dan menyeluruh” terhadap tanker minyak Venezuela yang terkena sanksi.
Selain itu, terdapat laporan serangan drone Ukraina terhadap kapal armada bayangan Rusia di Mediterania. Padahal, patokan harga Brent dan WTI sempat turun sekitar 1% pada pekan lalu.
Di sisi lain, utusan khusus AS Steve Witkoff menyampaikan perkembangan pembicaraan damai. Pertemuan antara pejabat AS, Eropa, dan Ukraina di Florida selama tiga hari terakhir berfokus pada penyelarasan posisi.
Witkoff menyebut pertemuan tersebut dan pembicaraan terpisah dengan negosiator Rusia berlangsung produktif.
Namun, ajudan kebijakan luar negeri utama Presiden Rusia Vladimir Putin punya pandangan lain. Ia menyebut perubahan yang dibuat oleh pihak Eropa dan Ukraina terhadap proposal AS belum meningkatkan prospek perdamaian.
