STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Berdasarkan data yang tersedia di Bursa Efek Indonesia (BEI), terdapat 32 perusahaan saat ini berada dalam proses evaluasi pencatatan. BEI hanya menyajikan yang aktif dalam proses evaluasi saat ini. Hal itu dikemukakan I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian Perusahaan BEI di Jakarta, Senin (14/4/2025)
Nyoman menjelaskan, data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencakup keseluruhan pipeline termasuk yang statusnya ditolak, ditunda, maupun dibatalkan. “Sementara BEI hanya menyajikan yang aktif dalam proses evaluasi saat ini. Namun demikan, hal tersebut masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut kepada OJK,” katanya.
Sebelumnya, Nyoman mengemukakan, BEI mencatat sebanyak 32 perusahaan saat ini berada dalam pipeline (antrean) untuk melangsungkan pencatatan perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) di pasar modal Indonesia. Hingga 10 April 2025, terdapat sebanyak 11 perusahaan telah berhasil melangsungkan IPO di BEI dengan dana dihimpun mencapai Rp5,92 triliun.
Menurut Nyoman, dari 32 perusahaan dalam antrean IPO, sebanyak 3 (tiga) perusahaan beraset skala kecil dibawah Rp50 miliar, sebanyak 17 perusahaan aset skala menengah antara Rp50 miliar sampai Rp250 miliar, dan 12 perusahaan perusahaan beraset skala besar di atas Rp250 miliar.
Demikian pula terkait perbedaan data pencatatan right issue antara BEI dan OJK. Nyoman menjelaskan, data right issue yang tercantum di BEI merupakan right issue yang telah dilaksanakan (exercised) sebesar Rp0,47 triliun. Sedangkan, data dari OJK senilai Rp2,76 triliun merupakan nilai right issue yang telah mendapat efektif dari OJK pada tahun 2025, namun belum dilaksanakan oleh Perusahaan tersebut.
Kemudian, perihal perbedaan data pencatatan obligasi antara BEI dan OJK, Nyoman menjelaskan, terdapat perbedaan jumlah emisi pencatatan EBUS antara data OJK dan BEI, di mana OJK mencatat 31 emisi, sedangkan BEI mencatat 37 emisi.
Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan cut-off data penawaran umum obligasi yang digunakan, dimana OJK menggunakan tanggal efektif, sementara BEI menggunakan tanggal pencatatan.
Terdapat 6 (enam) emisi obligasi yang memperoleh pernyataan efektif dari OJK pada tahun 2024 namun baru tercatat di IDX pada tahun 2025. Hal ini menyebabkan jumlah pencatatan obligasi di BEI lebih besar dibandingkan dengan data OJK.
Sementara itu, tingginya nilai pencatatan obligasi dalam data OJK disebabkan karena OJK menggunakan data penawaran umum berdasarkan prospektus. Dalam hal ini, terdapat penawaran umum yang bersifat best effort, sehingga nilai realisasi pencatatan obligasinya lebih kecil dibandingkan dengan nilai yang direncanakan.