STOCKWATCH.ID (TOKYO) – Bursa saham Asia-Pasifik longsor berjamaah pada penutupan perdagangan Jumat sore (13/6/2025) waktu setempat. Aksi jual besar-besaran terjadi setelah Israel meluncurkan serangan militer ke Iran. Target serangan tersebut adalah fasilitas nuklir Iran. Ketegangan geopolitik yang memanas ini langsung memicu kepanikan pelaku pasar. Investor pun ramai-ramai menghindari aset berisiko.
Mengutip CNBC International, indeks Nikkei 225 Jepang sempat turun dalam, tapi akhirnya ditutup melemah 0,89% di posisi 37.834,25. Indeks Topix juga turun 0,95% ke 2.756,47.
Di Korea Selatan, indeks Kospi melemah 0,87% ke level 2.894,62. Sementara itu, indeks Kosdaq yang berisi saham-saham kapitalisasi kecil anjlok 2,61% ke 768,86.
Indeks S&P/ASX 200 di Australia turun tipis 0,21% dan berakhir di level 8.547,40.
Pasar saham di Hong Kong juga ikut tertekan. Indeks Hang Seng turun 0,59% ke 23.892,56. Di China daratan, indeks CSI 300 terkoreksi 0,72% ke posisi 3.864,18, sementara indeks Shanghai turun 0,75% ke 3.377,00.
Di India, indeks Nifty 50 melemah 0,64%, sementara BSE Sensex turun 0,79% pada perdagangan siang waktu setempat.
Ketegangan meningkat setelah Israel meluncurkan serangan udara pada Jumat pagi waktu setempat. Serangan itu menargetkan lokasi yang disebut berhubungan dengan program nuklir Iran.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyatakan, “Setelah serangan preemptif Negara Israel terhadap Iran, serangan rudal dan drone terhadap Negara Israel dan warga sipilnya diperkirakan akan segera terjadi.”
Harga minyak langsung melonjak tajam. Brent naik 6,16% dan berada di level US$73,52 per barel pada pukul 16.10 waktu Singapura. Sementara itu, West Texas Intermediate naik 6,39% ke US$72,38 per barel.
“Pasar selama setahun terakhir cenderung mengabaikan risiko geopolitik, dan perkembangan ini menjadi peringatan bahwa risiko-risiko itu nyata dan bisa terjadi kapan saja,” kata Saul Kavonic, Kepala Riset Energi MST Marquee kepada CNBC.
Ia juga menambahkan, “Serangan ini bisa jadi dirancang untuk menambah tekanan dalam negosiasi AS-Iran dan memungkinkan situasi mereda setelahnya.”