STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) bergerak bervariasi pada akhir perdagangan Senin (20/10/2025) waktu setempat atau Selasa pagi (21/10/2025) WIB. Investor masih berhati-hati di tengah perkembangan politik di Jepang dan Eropa, serta kekhawatiran risiko kredit di sektor perbankan AS.
Mengutip CNBC International, dolar menguat tipis 0,1% ke level 150,75 yen setelah sempat menyentuh 151,20 di awal sesi. Yen melemah setelah Sanae Takaichi, politikus konservatif garis keras, hampir dipastikan menjadi perdana menteri perempuan pertama Jepang usai menang telak dalam pemungutan suara di parlemen.
Kemenangan Takaichi yang didukung koalisi baru dengan Japan Innovation Party menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor soal kemungkinan ekspansi fiskal yang bisa menekan nilai yen.
“Pelaku pasar kini akan mencermati dengan saksama rencana fiskal yang akan disusun oleh pemerintahan koalisi baru,” ujar Lee Hardman, ekonom valas senior MUFG.
Anggota dewan Bank of Japan, Hajime Takata, yang sebelumnya menentang keputusan mempertahankan suku bunga pada September, kembali menyuarakan pandangan untuk melanjutkan kenaikan suku bunga. Pernyataan ini memberi sedikit dukungan bagi yen.
Bursa saham Jepang juga melonjak tajam. Indeks Nikkei 225 ditutup menguat lebih dari 3% dan menembus rekor tertingginya. Pasar kini menanti keputusan kebijakan moneter Bank of Japan (BOJ) pada 30 Oktober mendatang, dengan peluang kenaikan suku bunga sebesar 23% menurut data LSEG.
Dari Eropa, nilai euro turun tipis 0,1% ke posisi US$1,1642. Investor masih bersikap hati-hati meski ketegangan politik di Prancis mulai mereda. Keputusan pemerintah Prancis untuk membekukan reformasi pensiun dianggap hanya memberi jeda sementara dari tekanan politik yang lebih besar.
Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia naik 0,2% ke level 98,62. Sebelumnya, indeks ini sempat menyentuh titik terendah sejak awal Oktober di posisi 98,025 pada Jumat lalu.
Kenaikan dolar terjadi setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan tarif impor 100% terhadap China tidak akan berkelanjutan. Selain itu, laporan laba kuat dari beberapa bank regional AS membantu meredakan kekhawatiran soal risiko kredit.
Analis Trade Nation, David Morrison, menilai kondisi pasar mulai stabil. “Bahaya langsung tampaknya telah berlalu karena investor yakin kebangkrutan, kredit macet, dan tuduhan penipuan hanyalah insiden terisolasi, bukan masalah sistemik dalam sektor perbankan,” ujarnya.
Meski begitu, sejumlah ekonom menilai kekuatan dolar masih akan diuji. Klaus Baader, Kepala Ekonom Global di Societe Generale Corporate and Investment Banking (SGCIB), menilai ada beberapa tekanan utama bagi ekonomi AS.
“Pertama, penutupan pemerintahan federal telah menekan aktivitas ekonomi secara langsung dan tidak langsung,” kata Baader. “Kedua, ketegangan dagang antara AS dan China masih menjadi kekhawatiran besar.”
Ia menambahkan, tarif impor yang masih berlaku juga menekan pertumbuhan pendapatan rumah tangga dan margin keuntungan perusahaan.
Barclays memperingatkan, tanpa pemicu yang jelas untuk mengakhiri penutupan pemerintahan AS, kebuntuan bisa berlanjut hingga November ketika tekanan politik dan ekonomi akan meningkat.
Sementara itu, dolar Australia menguat 0,39% ke US$0,651, terdorong oleh data ekonomi China yang menunjukkan ketahanan terhadap dampak tarif AS.
Data resmi memperlihatkan ekonomi China tumbuh 1,1% pada kuartal III 2025, melampaui ekspektasi, dengan produksi industri naik 6,5%. Secara tahunan, pertumbuhan 4,8% dinilai masih cukup kuat untuk menjaga target pemerintah di sekitar 5%.
