STOCKWATCH.ID (CHICAGO) – Harga emas dunia ditutup melemah tipis pada perdagangan Selasa (22/4/2025) waktu setempat, atau Rabu pagi (23/4/2025) WIB. Penurunan ini terjadi setelah harga emas sempat menyentuh rekor tertinggi. Tekanan datang karena para investor mulai optimistis ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok akan mereda.
Mengutip CNBC International, harga emas di pasar spot turun 0,17% ke level US$3.419,40 per troy ounce. Padahal, sebelumnya harga sempat menyentuh US$3.509,90 per troy ounce. Angka ini turun dari posisi penutupan sehari sebelumnya yang mencetak rekor di US$3.425,30 per troy ounce.
Penurunan harga ini terjadi seiring dengan reli di pasar saham. Para pelaku pasar mulai merasa optimis setelah mendengar kabar bahwa tensi dagang AS-Tiongkok bisa segera menurun.
Menteri Keuangan Amerika Serikat, Scott Bessent, dalam pertemuan tertutup disebut menyampaikan harapannya bahwa hubungan dagang dengan Tiongkok akan membaik. Pernyataan ini disampaikan kepada investor dan dikutip oleh CNBC dari salah satu peserta pertemuan.
Sebelumnya, harga emas melesat hampir 30% sejak awal tahun. Bahkan sejak Presiden Donald Trump mengumumkan tarif besar-besaran pada 2 April lalu, harga emas sudah naik sekitar 8%.
Lonjakan harga emas juga dipicu oleh serangan Trump terhadap Ketua Federal Reserve, Jerome Powell. Pada Senin lalu, Trump menyebut Powell sebagai “pecundang besar” dan menuntut pemangkasan suku bunga segera. Hal ini membuat pasar saham AS sempat anjlok, dengan Dow Jones terkoreksi lebih dari 970 poin.
Dalam kondisi ketidakpastian ekonomi seperti ini, emas kerap jadi pilihan utama investor karena dianggap sebagai aset aman.
Banyak bank sentral di dunia juga terus menambah cadangan emas mereka, yang ikut memperkuat tren kenaikan harga logam mulia ini.
“Emas tetap menjadi lindung nilai yang efektif di tengah ketidakpastian perdagangan yang terus berlangsung,” kata Mark Haefele, Chief Investment Officer UBS Global Wealth Management dalam catatan kepada klien pada hari Selasa.
Haefele menambahkan bahwa meskipun emas sudah naik tinggi, potensi penguatan masih ada. “Kami terus melihat dukungan dari permintaan investasi, diversifikasi bank sentral, dan latar belakang makroekonomi yang penuh gejolak,” ujarnya.