STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak dunia mengalami penurunan tajam sekitar 3% pada perdagangan hari Jumat (30/8/2024) waktu setempat atau Sabtu pagi (31/8/2024) WIB. Penurunan ini disebabkan oleh kekhawatiran investor terhadap potensi kenaikan pasokan minyak dari OPEC+ yang akan dimulai pada Oktober mendatang, serta berkurangnya harapan akan pemotongan suku bunga besar oleh Federal Reserve (The Fed).
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober anjlok US$2,36 atau 3,11% menjadi US$73,55 per barel di New York Mercantile Exchange. Sepanjang minggu ini, harga WTI turun 1,7%, dan selama bulan Agustus merosot 3,6%.
Sementara itu, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober yang berakhir pada hari Jumat juga mengalami penurunan sebesar US$1,14 atau 1,43% menjadi US$78,80 per barel di London ICE Futures Exchange. Penurunan ini menyebabkan pelemahan 0,3% selama minggu ini dan 2,4% sepanjang bulan Agustus.
OPEC+ telah mengumumkan rencana untuk meningkatkan produksi minyak mulai Oktober mendatang. Keputusan ini diambil meskipun ada gangguan pasokan dari Libya dan pemotongan produksi oleh beberapa anggota untuk menyeimbangkan produksi yang berlebih. Sumber dari OPEC+ menyebutkan bahwa keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan lemahnya permintaan pasar.
Phil Flynn, analis dari Price Futures Group, menjelaskan, “Pembicaraan OPEC+ tentang pengurangan pemotongan produksi benar-benar menjadi berita utama yang membuat harga minyak terpuruk hari ini.”
Di sisi lain, data terbaru menunjukkan bahwa belanja konsumen AS meningkat signifikan pada bulan Juli, menandakan ekonomi AS tetap kuat di awal kuartal ketiga. Namun, hal ini justru mengurangi peluang adanya pemotongan suku bunga yang lebih besar dari The Fed pada bulan September.
Penurunan suku bunga biasanya mendorong pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak. Namun, Flynn menambahkan, “Kenaikan inflasi yang moderat ini bisa mengukuhkan bahwa kita hanya akan mendapatkan pemotongan suku bunga seperempat persen, dan mereka yang berharap setengah persen harus menunggu.”
Libya sendiri tengah mengalami penurunan produksi minyak hingga 63% akibat penutupan ladang minyak karena konflik internal. Penurunan ini bisa mencapai 900.000 hingga 1 juta barel per hari dan diperkirakan berlangsung beberapa minggu. Meskipun awalnya kondisi ini sempat mendorong harga minyak, dampaknya tidak bertahan lama.
“Menarik melihat bagaimana penutupan produksi minyak Libya memengaruhi harga pasar satu hari dan diabaikan di hari berikutnya,” kata Tim Snyder, kepala ekonom di Matador Economics.
Produksi minyak Irak juga diperkirakan akan menurun setelah melebihi kuota OPEC+ bulan lalu. Irak berencana mengurangi produksinya menjadi antara 3,85 juta hingga 3,9 juta barel per hari bulan depan.
Sementara itu, jumlah rig minyak yang aktif di AS tetap tidak berubah di angka 483 selama minggu ini, meskipun bertambah satu unit sepanjang bulan Agustus, menurut laporan Baker Hughes.