Lonjakan harga minyak ini sebagian besar dipicu oleh keputusan Fed yang menurunkan suku bunga sebesar 0,5%. Langkah ini lebih besar dari yang diperkirakan oleh banyak pihak, dan dampaknya langsung terasa di pasar minyak. Menurut Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group, pemotongan suku bunga ini memaksa beberapa hedge fund untuk keluar dari posisi short mereka pada minyak.
Selain kebijakan moneter, ketegangan geopolitik di Timur Tengah turut memperparah situasi. Serangan udara dan artileri yang dilancarkan oleh Israel ke sasaran Hezbollah di Lebanon memicu kekhawatiran akan gangguan pasokan minyak dari wilayah tersebut. Israel melakukan serangan balasan setelah serangkaian ledakan di Lebanon yang menyebabkan puluhan korban jiwa dan ribuan terluka.
Yoav Gallant, Menteri Pertahanan Israel, menyatakan bahwa fokus negaranya kini beralih ke perbatasan utara dengan Lebanon. Bahkan, sebanyak 60.000 warga Israel telah dievakuasi dari daerah tersebut sebagai langkah antisipasi atas eskalasi konflik.
Para analis memperingatkan bahwa jika konflik ini meluas, termasuk intervensi dari Iran—yang merupakan anggota OPEC—maka pasokan minyak global bisa terganggu secara signifikan. Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets, menegaskan bahwa Iran dapat terlibat langsung dalam konflik yang lebih luas di Timur Tengah, terutama melalui jalur Lebanon.
Selain faktor geopolitik, penurunan stok minyak mentah di AS sebesar 1,6 juta barel dalam seminggu terakhir juga memperkuat sentimen positif di pasar energi, mendorong harga minyak ke level yang lebih tinggi.
Dengan ketidakpastian global yang terus meningkat, para investor dan pelaku pasar terus mencermati setiap perkembangan yang terjadi, baik dari sisi ekonomi maupun politik, yang berpotensi mempengaruhi harga minyak ke depannya.