STOCKWATCH.ID (HOUSTON) – Harga minyak mentah dunia menguat pada akhir perdagangan Senin (8/9/2025) waktu setempat atau Selasa pagi (9/9/2025) WIB, setelah sempat jatuh pekan lalu. Lonjakan ini muncul karena peningkatan produksi OPEC+ dinilai lebih kecil dari perkiraan pasar.
Mengutip CNBC International, kontrak berjangka Brent naik 52 sen atau 0,79% ke US$66,02 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat 39 sen atau 0,63% menjadi US$62,26 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Kedua patokan sempat turun lebih dari 2% pada Jumat lalu, setelah data tenaga kerja AS mengecewakan dan menurunkan prospek permintaan energi. Sepanjang pekan lalu, Brent dan WTI bahkan terpangkas lebih dari 3%.
OPEC+, yang mencakup negara anggota OPEC plus Rusia dan sekutunya, sepakat menambah produksi mulai Oktober sebesar 137.000 barel per hari. Jumlah ini jauh lebih rendah dibanding kenaikan sekitar 555.000 bpd pada September dan Agustus, serta 411.000 bpd pada Juli dan Juni.
Ole Hansen, Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank, menilai reaksi pasar wajar. “Pasar sebelumnya sudah bereaksi berlebihan terkait kenaikan OPEC+. Hari ini terlihat reaksi klasik jual rumor, beli fakta,” ujarnya.
Peningkatan produksi ini diperkirakan dampaknya terbatas. Beberapa anggota OPEC+ selama ini sudah memproduksi lebih dari kuota, sehingga tambahan ini kemungkinan hanya termasuk minyak yang sudah beredar di pasar.
Kekhawatiran baru muncul dari kemungkinan sanksi tambahan AS terhadap minyak Rusia. Toshitaka Tazawa, analis di Fujitomi Securities, menuturkan, “Ekspektasi pasokan ketat akibat potensi sanksi baru AS terhadap Rusia ikut menopang harga.”
Presiden AS Donald Trump menyatakan siap menerapkan fase kedua sanksi bagi Rusia. Langkah ini bisa mengganggu aliran minyak Rusia ke pasar global. Frederic Lasserre, Kepala Riset Global Gunvor, menambahkan, “Sanksi baru bagi pembeli minyak Rusia berpotensi menimbulkan gangguan pasokan.”
Situasi geopolitik di Ukraina juga menambah ketidakpastian. Rusia melancarkan serangan udara terbesar sejak awal perang pada Minggu lalu, menargetkan gedung pemerintah di Kyiv dan menewaskan sedikitnya empat orang.
Goldman Sachs memperkirakan surplus minyak global sedikit meningkat pada 2026, karena peningkatan pasokan dari Amerika lebih besar dibanding penurunan pasokan Rusia. Perusahaan tetap mempertahankan prediksi harga Brent/WTI untuk 2025 dan memproyeksi rata-rata 2026 di US$56/US$52 per barel.