STOCKWATCH.ID (TOKYO) – Bursa saham Asia-Pasifik anjlok tajam pada penutupan perdagangan Rabu sore (9/4/2025) waktu setempat. Penurunan ini dipicu oleh kebijakan tarif baru dari Presiden AS Donald Trump yang resmi berlaku. Tarif tambahan ini memicu gejolak di sejumlah bursa utama, terutama di Korea Selatan.
Mengutip CNBC International, indeks Kospi Korea Selatan turun 1,74% ke level 2.293,7. Meski penurunan harian tak begitu besar, tekanan jual yang terus terjadi sejak Juli membuat Kospi kini sudah terkoreksi lebih dari 20%. Kondisi ini secara teknikal menandakan bahwa Kospi telah masuk ke fase bear market.
“Pasar terlihat sangat sensitif terhadap perkembangan tarif baru dari AS. Kekhawatiran investor meningkat karena dampaknya bisa menjalar ke berbagai sektor ekspor,” ujar analis pasar Asia dari Mirae Asset, Lee Sung-ho, seperti dikutip dari CNBC.
Pasar saham Jepang juga ikut terkena imbas. Indeks Nikkei 225 terjun 3,93% dan ditutup di 31.714,03. Sementara Topix merosot 3,4% ke posisi 2.349,33. Penurunan ini menjadi salah satu yang terburuk dalam beberapa bulan terakhir.
Australia pun tak luput dari tekanan. Indeks S&P/ASX 200 turun 1,8% dan ditutup di level 7.375.
Sementara itu, indeks Kosdaq yang mencerminkan saham-saham berkapitalisasi kecil di Korea Selatan, ikut terkoreksi 2,29%.
Di sisi lain, pasar saham China dan Hong Kong justru tampil mengejutkan. Hang Seng Index naik 0,68% ke 20.264,49. Indeks teknologi Hang Seng Tech bahkan melejit 2,64%. CSI 300 China juga menguat 0,99% dan berakhir di 3.686,79.
Di India, bank sentral memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 6%, sesuai ekspektasi analis. Namun, indeks Nifty 50 tetap melemah 0,39%.
Dari sisi global, tekanan di pasar Asia dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap kebijakan tarif tambahan Trump. Tarif terhadap produk asal China kini menembus angka kumulatif 104%, naik dari baseline awal 10% yang sudah berlaku sejak akhir pekan lalu.
“Tarif baru ini membuat biaya impor melonjak, terutama untuk barang-barang elektronik. Ini jelas mengganggu rantai pasok global,” kata analis ekonomi dari Nomura, Jason Wu.