Minggu, Agustus 24, 2025
32.9 C
Jakarta

Viral! Pertanyaan “Gaji Kamu Berapa?” Heboh di Instagram dan TikTok

STOCKWATCH.ID (LONDON) –– Pernahkah Anda ditanya oleh orang asing soal gaji lalu videonya diunggah ke media sosial? Pertanyaan “How much do you earn?” atau “Berapa gaji Anda?” kini tengah menjadi tren baru di Instagram dan TikTok.

Mengutip The Guardian, konten ini biasanya dilakukan influencer dengan kamera dan ring light yang menghentikan orang di jalan. Awalnya mereka mengajukan pertanyaan ringan, lalu langsung menembak dengan pertanyaan soal gaji, tabungan, sewa rumah, hingga penyesalan finansial terbesar.

Tak sedikit orang yang mau terbuka. Dalam satu wawancara, seorang desainer arsitektur mengaku berpenghasilan £38.000 per tahun. Ia juga menyebut jumlah tabungan serta target penghasilan di masa depan.

Dalam video lain, seorang pria 60 tahun ditanya tentang penyesalan terbesar dalam hidupnya. Ia menjawab menyesal tidak membeli sebuah apartemen saat muda karena terasa mahal. Dulu harganya £64.000, kini nilainya melonjak jadi sekitar £1,8 juta.

Video itu ditonton 1,3 juta kali di Instagram. Konten semacam ini masuk genre wawancara jalanan singkat yang kini makin populer. Inspirasi datang dari Amerika Serikat lewat kanal Salary Transparent Street yang dalam empat tahun mengumpulkan 1 juta pengikut.

Para kreator mengklaim tujuan mereka meningkatkan literasi finansial dan transparansi gaji. Namun ada juga yang menilai tren ini sekadar memuaskan rasa ingin tahu publik dan cara menghasilkan uang lewat konten viral.

“Etos saya adalah mendorong edukasi finansial lewat percakapan,” ujar Gabriel Nussbaum, kreator konten finansial yang dikenal sebagai “That Money Guy”. Ia menjalankan kanal Money Unfiltered yang khusus mewawancarai publik tentang keuangan pribadi.

Nussbaum menegaskan ia tidak bekerja sendiri. “Kami punya tim, dan tujuan kami menjangkau sebanyak mungkin orang dari berbagai usia, latar belakang, dan gender,” katanya. Kanal ini yang baru berjalan enam bulan sudah rata-rata ditonton 3 juta kali per bulan dengan unggahan harian di Instagram dan TikTok.

Aydan Al-Saad, pengusaha sekaligus kreator konten yang juga menanyakan penghasilan orang di jalan, menambahkan, “Ini soal bagaimana memposisikan pertanyaan. Biasanya saya bilang saya mendukung transparansi gaji dan ingin semua orang merasa dibayar dengan adil.”

Di Inggris, pembicaraan soal gaji masih dianggap tabu. Survei Indeed menyebut warga kerap terlalu sopan untuk menanyakan soal bayaran. Karena itu, konten semacam ini dianggap mengisi kekosongan tersebut. “Tujuan saya adalah transparansi,” ujar Saad.

Selain edukasi, daya tariknya juga bersifat psikologis. “Mirip reality show. Saya bisa saja mewawancarai miliarder, tapi orang lebih suka melihat kisah nyata orang biasa,” ucap Saad.

Namun, dampaknya bisa beragam. “Tidak ada yang tahu rasanya viral sampai mereka mengalaminya,” ujar Saad. Ia memastikan tak ingin membuat narasumber tidak nyaman. Jika ada yang ingin videonya dihapus, timnya akan menurunkannya tanpa banyak tanya.

Meski komentar difilter, tetap ada perdebatan publik. Salah satunya soal apakah gaji £35.000 setahun cukup untuk hidup layak di London atau justru pas-pasan.

Psikolog dan penasihat keuangan Kim Stephenson menilai transparansi itu baik. “Mengetahui biasanya lebih baik daripada tidak tahu,” ujarnya. Tetapi, psikoterapis Vicky Reynal mengingatkan risiko perbandingan berlebihan. “Ada orang yang bisa termotivasi, tapi ada juga yang makin merasa tertinggal,” katanya.

Nussbaum mengakui sisi negatif itu, namun menegaskan respon yang diterimanya sangat positif. “Video ini membuka persepsi orang tentang apa yang mungkin,” ucapnya. Saad menambahkan, “Kalau satu orang saja mendapat manfaat, layak untuk diunggah.”

Penonton bisa bereaksi berbeda terhadap konten serupa. “Misalnya ada yang lihat orang sebaya dengan pekerjaan mirip bisa dapat tiga kali lipat gajinya. Itu bisa bikin iri, tapi bisa juga membuat sadar sedang dibayar kurang dan perlu cari peluang baru,” kata Nussbaum.

Meski identik dengan gen Z, ternyata penontonnya justru banyak dari kalangan milenial. Data Saad menunjukkan 40% pengikutnya berusia 25-34 tahun, sementara 33% berusia 35-44 tahun. Angka ini mencerminkan kecemasan finansial generasi muda yang 56% di antaranya mempertimbangkan menunda menikah, punya anak, atau membeli rumah karena tekanan ekonomi.

Ke depan, Nussbaum ingin melebarkan cakupan wawancara. “Akan menarik jika mewawancarai pesepakbola 18 tahun yang sudah berpenghasilan £100.000 per tahun. Tapi intinya tetap sama, berbicara dengan orang biasa tentang kehidupan finansial mereka,” ujarnya.

Artikel Terkait

Dua Laptop Enam Colokan, Fenomena Cagongjok Bikin Pusing Kafe di Korea Selatan

STOCKWATCH.ID (SEOUL) –– Di kawasan elit Daechi, Seoul, pemilik...

Mandiri Sekuritas Dinobatkan Jadi Sekuritas Terbaik Indonesia 2025

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – PT Mandiri Sekuritas kembali menorehkan prestasi....

Taylor Swift Guncang Dunia Bisnis, Album Baru Lahirkan Fenomena “Swiftynomics”

STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Taylor Swift kembali mencetak sejarah. Pada 12...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer 7 Hari

Berita Terbaru