STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Wall Street kembali tertekan pada penutupan perdagangan hari Jumat (15/11/2024) waktu setempat atau Sabtu pagi (16/11/2024) WIB. Kekhawatiran investor terhadap kebijakan suku bunga memicu kejatuhan pasar saham. Reli yang sempat terjadi pascapemilu pun terhenti.
Mengutip CNBC International, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di Bursa Efek New York merosot 305,87 poin atau 0,7% menjadi 43.444,99. Indeks S&P 500 (SPX) juga ikut melemah 78,55 poin atau 1,32% menyentuh 5.870,62. Indeks komposit Nasdaq (IXIC) yang didominasi saham teknologi, terjun bebas 427,53 poin atau 2,24% mencapai 18.680,12.
Saham-saham farmasi jadi tekanan besar bagi Dow dan S&P 500. Amgen jatuh 4,2%, sedangkan Moderna anjlok hingga 7,3%. Kekhawatiran muncul setelah Presiden terpilih Donald Trump menyatakan akan menunjuk Robert F. Kennedy Jr., sebagai Menteri Kesehatan. ETF Bioteknologi SPDR S&P (XBI) pun turun lebih dari 5%, mencatat minggu terburuk sejak 2020.
Teknologi juga tak luput dari aksi jual. Sektor ini di S&P 500 melemah lebih dari 2%. Saham besar seperti Nvidia, Meta Platforms, Alphabet, dan Microsoft ikut terseret. Namun, Tesla menjadi sorotan setelah naik 3% di tengah tekanan pasar.
Pernyataan Ketua Federal Reserve Jerome Powell memperburuk sentimen pasar. Powell menegaskan bahwa suku bunga belum akan diturunkan dalam waktu dekat. “Ekonomi AS masih cukup kuat,” ujarnya. Hal serupa disampaikan Presiden Fed Boston, Susan Collins, yang menyebut pemangkasan suku bunga bulan depan belum bisa dipastikan.
Data ekonomi terbaru turut memengaruhi pasar. Penjualan ritel Oktober naik 0,4%, lebih baik dari prediksi 0,3%. Namun, laporan inflasi konsumen yang sesuai ekspektasi tidak cukup membantu.
Di sepanjang minggu, pasar kehilangan momentum. S&P 500 turun 2,1%, Nasdaq Composite melemah 3,2%, dan Dow Jones tergerus 1,2%.
Kristy Akullian, Kepala Strategi Investasi iShares untuk kawasan Amerika di BlackRock, menyebut pasar masih memiliki prospek jangka panjang. Namun, volatilitas akan terus menjadi tantangan. “Investor harus siap menghadapi fluktuasi, terutama terkait kebijakan di bawah pemerintahan baru,” jelasnya.