STOCKWATCH.ID (NEW YORK) – Bursa saham Amerika Serikat atau Wall Street ditutup bervariasi dengan pergerakan tipis pada perdagangan Selasa (9/12/2025) waktu setempat atau Rabu pagi (10/12/2025) WIB. Para investor memilih menahan diri. Mereka tengah menanti keputusan suku bunga dari Federal Reserve (The Fed) yang akan diumumkan pekan ini.
Mengutip CNBC International, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di Bursa Efek New York merosot 179,03 poin atau 0,38% ke posisi 47.560,29. Indeks S&P 500 (SPX) tergelincir tipis 0,09% menjadi 6.840,51. Sementara itu, indeks komposit Nasdaq (IXIC) yang didominasi saham teknologi, justru naik 0,13% dan berakhir di level 23.576,49.
Penurunan Dow Jones dipicu oleh jatuhnya saham JPMorgan. Raksasa perbankan ini memproyeksikan beban pengeluaran tahun 2026 lebih tinggi dari perkiraan pasar. Hal ini membebani kinerja indeks yang berisi 30 saham unggulan tersebut.
{elaku pasar kini fokus pada keputusan suku bunga The Fed yang sangat dinanti pada hari Rabu. Ini akan menjadi keputusan terakhir bank sentral pada tahun ini. Pasar bertaruh bank sentral akan menurunkan suku bunga pinjaman utamanya sebesar seperempat poin persentase lagi. Langkah ini serupa dengan keputusan pada pertemuan bulan September dan Oktober.
Alat FedWatch CME menunjukkan peluang penurunan suku bunga mencapai sekitar 87%. Angka ini naik dari posisi di bawah 67% sekitar sebulan lalu. Antisipasi pemangkasan ini turut mengerek indeks saham kapitalisasi kecil Russell 2000. Indeks ini bahkan menyentuh rekor tertinggi intraday baru. Pemangkasan suku bunga dinilai lebih menguntungkan perusahaan kecil karena biaya pinjaman mereka lebih terikat pada harga pasar ketimbang perusahaan besar.
Analis investasi AS di eToro, Bret Kenwell, memberikan pandangannya terkait situasi pasar saat ini.
“Meskipun pemangkasan suku bunga terasa hampir pasti pada saat ini, proyeksi ekonomi The Fed dan komentar Ketua Powell akan memainkan peran besar dalam bagaimana pasar bereaksi, tidak hanya minggu ini, tetapi kemungkinan bisa menentukan arah untuk sisa bulan ini,” kata Bret Kenwell.
“Setelah penurunan saham dan kripto baru-baru ini, investor yang berani mengambil risiko berharap The Fed akan memuluskan jalan untuk reli akhir tahun daripada menyiram air dingin pada pemulihan baru-baru ini,” tambahnya.
Kenwell mencatat The Fed sedang menyeimbangkan berbagai faktor menjelang keputusannya. Tantangan tersebut meliputi inflasi yang membandel dan lanskap makroekonomi yang mendung. Selain itu, ada data ekonomi yang tertunda akibat penutupan pemerintah AS yang memecahkan rekor serta ekspektasi terhadap ketua baru.
“Ada banyak bagian yang bergerak bagi The Fed pada tahun 2026. Itu memunculkan pertanyaan kunci: Akankah The Fed mampu memberikan nada akomodatif jika faktor-faktor ini berlanjut hingga 2026, atau akankah mandat gandanya membuat para pejabat dovish tetap terkendali?” ujarnya.
Sementara itu, Chief Investment Officer LNW, Ron Albahary, menilai pasar mungkin mulai mengalihkan perhatian ke fase kepemimpinan The Fed berikutnya. Masa jabatan Jerome Powell sebagai ketua akan berakhir pada Mei 2026.
“Ayunan liar yang kita alami dalam ekspektasi terkait pemangkasan suku bunga The Fed untuk Desember mendekati 100%, lalu 30%, kemudian kembali ke 90 hingga 100%,” kata Albahary kepada CNBC.
“Volatilitas semacam itu berdasarkan komunikasi The Fed memberi tahu saya transmisi komunikasi The Fed kemungkinan rusak. Itu mungkin perlu diperbaiki. Kepemimpinan baru yang ditempatkan, siapa pun itu, mungkin akan fokus pada mengubah cara panduan disajikan. Itu sebenarnya mungkin hal yang agak baik,” jelasnya.
Di pasar yang lebih luas, saham CVS menjadi salah satu pemenang. Saham jaringan toko obat ini naik hampir 5%. Kenaikan terjadi setelah perusahaan merilis prospek laba yang lebih baik dari perkiraan untuk periode mendatang.
