STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Dolar AS melonjak tajam pada penutupan perdagangan Kamis (12/12/2024) waktu setempat atau Jumat pagi (13/12/2024) WIB. Kenaikan ini dipicu oleh data inflasi AS yang lebih tinggi dari perkiraan. Hal ini semakin memperkuat ekspektasi bahwa kebijakan moneter di Amerika Serikat akan tetap ketat.
Mengutip CNBC International, laporan dari Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan harga produsen naik 0,4% pada bulan November. Angka ini jauh lebih tinggi dari proyeksi ekonom yang hanya memperkirakan kenaikan 0,2%. “Data ini memberi dorongan kuat bagi dolar AS,” ungkap seorang analis pasar.
Indeks dolar AS yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia tercatat naik 0,328% menjadi 106,9. Kenaikan ini terjadi setelah data inflasi AS sebelumnya memperkuat prediksi pasar bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga dalam pertemuan mendatang.
Pasar kini hampir sepenuhnya memperkirakan pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin pada rapat The Fed yang akan berlangsung pada 17-18 Desember nanti. “Ini perubahan besar. Pekan lalu, kemungkinan pemotongan hanya tercatat di angka 78%,” kata data dari CME FedWatch.
Meskipun pasar memprediksi pemotongan suku bunga oleh The Fed, ada faktor lain yang turut mendukung penguatan dolar. Beberapa bank sentral seperti Bank of Canada, Swiss National Bank (SNB), dan European Central Bank (ECB) mengambil kebijakan yang membuat selisih suku bunga antarnegara tetap lebar. Karl Schamotta, Kepala Ahli Strategi Pasar di Corpay, menjelaskan, “Ini menjaga posisi dolar AS tetap kuat di pasar global.”
Sementara itu, euro mengalami tekanan setelah ECB mengumumkan pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin, langkah keempat kalinya tahun ini. “ECB membuka kemungkinan pelonggaran lebih lanjut karena inflasi semakin mendekati target dan ekonomi kawasan Eropa masih lemah,” kata seorang ekonom. Akibatnya, euro melemah 0,23% menjadi 1,0472 US$.
Euro bukan satu-satunya mata uang yang tertekan. Franc Swiss justru menguat setelah Swiss National Bank (SNB) memutuskan untuk memangkas suku bunga lebih besar dari yang diperkirakan, yaitu 50 basis poin. Pasar sebelumnya hanya mengharapkan penurunan 25 basis poin. “Ketidakpastian global ini mengindikasikan franc Swiss akan terus menguat dalam beberapa bulan mendatang,” kata Kirstine Kundby-Nielsen dari Danske Bank.
Di sisi lain, dolar AS sedikit melemah terhadap yen Jepang, diperdagangkan pada 152,220 yen. Sebelumnya, dolar sempat menyentuh level tertinggi dalam dua minggu terakhir di 152,845 yen. Meskipun ada ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga Bank of Japan pada Januari mendatang, pergerakan dolar/yen tidak terdorong signifikan oleh faktor tersebut.
Sementara itu, dolar Australia mengalami kenaikan tipis sebesar 0,08% menjadi 0,6374 US$, setelah sebelumnya turun ke level terendah dalam setahun. Kenaikan ini didorong oleh data pengangguran Australia yang turun mengejutkan ke level terendah dalam delapan bulan terakhir.
Dolar Selandia Baru (kiwi) sedikit melemah 0,16% menjadi 0,5775 US$, setelah sempat mencapai level terendah sejak November 2022. Di sisi lain, yuan China diperdagangkan sekitar 7,2780 per dolar AS. Pemerintah China baru-baru ini mengumumkan kebijakan untuk meningkatkan defisit anggaran, menerbitkan lebih banyak utang, dan melonggarkan kebijakan moneter guna menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil.