STOCKWATCH.ID (HOUSTON) – Harga minyak dunia kembali turun lebih dari 1% pada perdagangan Selasa (14/10/2025) waktu setempat atau Rabu pagi (15/10/2025) WIB. Penurunan ini terjadi setelah Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan potensi kelebihan pasokan besar pada 2026. Sentimen pasar juga terbebani oleh meningkatnya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China.
Mengutip CNBC International, kontrak berjangka Brent melemah 93 sen atau 1,47% ke posisi US$62,39 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 79 sen atau 1,33% ke level US$58,70 per barel, di New York Mercantile Exchange. Kedua harga acuan itu kini berada di titik terendah dalam lima bulan terakhir.
Sehari sebelumnya, harga Brent sempat naik 0,9% dan WTI menguat 1%. Namun tren itu berbalik setelah laporan IEA memproyeksikan surplus pasokan hingga 4 juta barel per hari tahun depan. Lonjakan produksi dari negara-negara anggota OPEC+ dan produsen lain disebut tidak seimbang dengan lemahnya permintaan global.
“Ketegangan terbaru antara AS dan China juga menjadi tekanan bagi harga minyak, karena perekonomian China bisa terdampak jika situasi terus memanas,” ujar Dennis Kissler, Senior Vice President of Trading di BOK Financial.
Analis UBS, Giovanni Staunovo, menilai sentimen pasar sedang negatif karena laporan IEA yang bernada pesimis serta meningkatnya kekhawatiran atas hubungan dagang kedua negara.
Dari sisi geopolitik, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan Presiden Donald Trump tetap berkomitmen bertemu Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan bulan ini. Pertemuan itu dimaksudkan untuk menurunkan ketegangan terkait tarif dan kontrol ekspor.
Namun situasi justru semakin panas. Beijing memperluas kontrol ekspor mineral tanah jarang, sementara Trump mengancam mengenakan tarif 100% dan membatasi ekspor perangkat lunak mulai 1 November.
China juga menjatuhkan sanksi terhadap lima anak usaha Hanwha Ocean asal Korea Selatan yang memiliki afiliasi dengan perusahaan AS. Selain itu, kedua negara mulai mengenakan biaya tambahan untuk kapal pengangkut di pelabuhan masing-masing.
Sementara itu, laporan bulanan OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, menilai kondisi pasar tidak seburuk prediksi IEA. OPEC memperkirakan defisit pasokan minyak akan menyempit pada 2026 seiring kenaikan produksi yang sudah dijadwalkan oleh kelompok OPEC+.
Spread enam bulan minyak Brent kini mencatat premi terkecil sejak Mei, sementara selisih kontrak WTI menyempit ke level terendah sejak Januari 2024. Kondisi ini menandakan melemahnya backwardation, yaitu situasi ketika harga minyak untuk pengiriman segera lebih tinggi dari kontrak masa depan. Artinya, investor mulai kehilangan keuntungan dari penjualan minyak di pasar spot karena pasokan jangka pendek dinilai berlebih.