STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan perekonomian Indonesia tetap tangguh meski menghadapi dinamika global. Pertumbuhan ekonomi solid, inflasi stabil, dan ekspor yang membaik menjadi faktor utama prospek positif nasional.
“Kinerja ekonomi berbagai negara masih resilien hingga tahun 2025, meskipun AS pada periode yang bersamaan menerapkan tarif resiprokal tinggi. Indonesia menjadi bagian dari kelompok negara yang resilien,” kata Menkeu Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta, Senin (22/9).
International Monetary Fund (IMF) merevisi proyeksi perekonomian global ke atas. Indonesia termasuk negara yang mengalami revisi positif, dengan pertumbuhan ekonomi 2025 diperkirakan naik menjadi 4,8 persen dari sebelumnya 4,7 persen. Pemerintah optimistis realisasi bisa lebih tinggi.
“Saya pikir kita akan lebih dari situ ya. Bahkan tahun ini pun akan di atas 4,8 persen,” ujar Menkeu.
Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen pada triwulan II-2025. Pertumbuhan ditopang konsumsi rumah tangga naik 5 persen dan investasi tumbuh 6,99 persen. Sektor manufaktur, kontributor terbesar, menguat dengan pertumbuhan 5,68 persen, tertinggi sejak 2022.
“Jadi manufaktur kita di Q2 sudah mulai recover. Mungkin Q3 agak melambat sedikit, tapi Q4 pasti akan tumbuh lebih cepat lagi melalui dengan perbaikan ekonomi dan perbaikan demand karena supply uang ditambah di sistem perekonomian,” kata Menkeu.
Kinerja ekspor Indonesia juga membaik. Berdasarkan data Bea Cukai hingga Agustus 2025, ekspor tumbuh 7,8 persen secara tahunan, terutama sektor industri pengolahan dan hilirisasi mineral seperti nikel dan tembaga. Neraca perdagangan kumulatif Januari–Agustus 2025 naik 52,3 persen dibanding tahun lalu.
“Ini pertumbuhan yang amat spektakuler. Walaupun orang bilang karena mau ada tarif, mereka ini duluan front loading, tapi kalau saya lihat tetap aja tumbuh,” ungkap Menkeu.
Stabilitas inflasi menjadi penopang daya beli masyarakat. Hingga Agustus 2025, inflasi tercatat 2,31 persen (year on year/yoy), level ideal menurut konsensus global 1–3 persen. Menkeu menilai angka ini lebih sehat dibanding Singapura 0,6 persen atau Malaysia 1,2 persen.
“Inflasi yang bagus itu bukan nol, bukan juga di atas 10 persen. Tapi sekarang konsensus ekonomi global antara 1 sampai 3 persen dan kita sekarang di 2,3 persen, level yang pas,” kata Menkeu.
Menkeu menekankan sinergi kebijakan fiskal dan moneter akan terus diperkuat. Bank Indonesia sebelumnya menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin untuk melonggarkan likuiditas dan mendorong pembiayaan produktif.
“Sekarang semuanya sudah kita set agar ekonomi bergerak lebih cepat. Konsumsi dan investasi akan naik karena bunga turun, dan multiplier effect untuk pertumbuhan akan semakin signifikan,” jelas Menkeu.
Dengan inflasi stabil, permintaan domestik kuat, dan faktor eksternal membaik, prospek ekonomi Indonesia hingga akhir 2025 dipandang optimistis. Pemerintah yakin momentum ini bisa menjadi landasan pertumbuhan lebih tinggi dan berkelanjutan.