STOCKWATCH.ID (TOKYO) – Bursa saham Asia-Pasifik menunjukkan tren positif pada penutupan perdagangan hari Kamis (10/10/2024) waktu setempat. Penguatan ini terjadi setelah Wall Street mencetak rekor tertinggi, mendorong optimisme di kalangan investor Asia. Fokus utama pasar saat ini adalah data inflasi Amerika Serikat yang akan segera dirilis, meskipun kekhawatiran geopolitik tampaknya tidak mempengaruhi investor.
Mengutip CNBC International, di Australia, indeks S&P/ASX 200 berhasil naik 0.43% dan ditutup di 8,223 poin. Sedangkan di Korea Selatan, indeks Kospi juga mengalami penguatan sebesar 0.34% dan mencapai 2,603.25. Namun, indeks Kosdaq yang mewakili saham berkapitalisasi kecil justru melemah tipis 0.22%, berakhir di 776.52.
Pasar saham Jepang juga menunjukkan tren positif. Indeks Nikkei 225 naik 0.26% menjadi 39,380.89, dan Topix mencatat kenaikan 0.2% hingga ditutup di 2,712.67. Investor Jepang tengah memantau data harga produsen yang mengalami kenaikan 2.8% pada September dibandingkan tahun lalu, melampaui perkiraan ekonom sebesar 2.3%.
Sementara itu, di Tiongkok, pasar saham kembali meroket. Indeks CSI 300 naik signifikan 1.06% dan berakhir di 3,997.78, sementara indeks Hang Seng Hong Kong melonjak hingga 3%. Peningkatan ini didorong oleh pengumuman bank sentral Tiongkok yang membuka pendaftaran untuk lembaga keuangan bergabung dengan fasilitas likuiditas baru senilai 500 miliar yuan (US$70.7 miliar). Fasilitas ini bertujuan untuk memperkuat akses modal di pasar saham.
Rebound saham Tiongkok datang setelah koreksi tajam pada hari Rabu, di mana CSI 300 sempat turun 7%. Stimulus yang diumumkan pemerintah Tiongkok pada akhir September kembali mendorong optimisme pasar. Kementerian Keuangan Tiongkok juga dijadwalkan menggelar konferensi pers pada 12 Oktober untuk memberikan pembaruan terkait kebijakan fiskal.
Chetan Ahya, Kepala Ekonom Asia di Morgan Stanley, menyatakan bahwa Tiongkok memerlukan stimulus fiskal sebesar 10 triliun yuan (US$1.4 triliun) untuk mendorong pemulihan ekonomi secara penuh. “Kami berpikir jumlah itu diperlukan untuk mengatasi ancaman deflasi di Tiongkok,” kata Ahya dalam wawancara dengan “Street Signs Asia.”