STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Dolar AS menguat terhadap berbagai mata uang utama pada akhir perdagangan Jumat (21/2/2025) waktu setempat atau Sabtu pagi (22/2/2025) WIB. Investor melakukan konsolidasi posisi menjelang akhir pekan sambil mencermati data inflasi dan kebijakan tarif baru dari Presiden Donald Trump.
Namun, penguatan dolar AS terpangkas setelah data ekonomi AS menunjukkan pelemahan. S&P Global melaporkan aktivitas bisnis AS turun ke level terendah dalam 17 bulan. Sentimen konsumen dan data penjualan rumah juga lebih lemah dari perkiraan.
Mengutip CNBC International, dolar AS tetap naik 0,2% ke level 106,59. Mata uang ini sempat menguat terhadap euro, poundsterling, dan dolar Australia. Namun, terhadap yen Jepang, dolar justru turun 0,4% ke 149,02 setelah sempat menyentuh level terendah 11 minggu di 148,93.
Yen melonjak karena imbal hasil obligasi Jepang menyentuh level tertinggi sejak 2009, dipicu kenaikan inflasi inti ke titik tertinggi dalam 19 bulan. Namun, Gubernur Bank of Japan (BOJ) Kazuo Ueda segera meredam ekspektasi kenaikan suku bunga lebih lanjut dengan menyatakan bahwa BOJ masih akan mengendalikan suku bunga jangka panjang.
Di pasar Eropa, euro anjlok 0,4% ke US$1,0461 setelah data aktivitas bisnis Prancis mengalami kontraksi tajam dan pertumbuhan ekonomi Jerman hanya sedikit membaik. Sementara itu, pemilu Jerman yang akan digelar Minggu ini juga menjadi perhatian pelaku pasar.
Poundsterling turun 0,3% ke US$1,2631, meski sempat menguat setelah data penjualan ritel Inggris lebih baik dari perkiraan. Namun, laporan lain menunjukkan bahwa dunia usaha Inggris masih melakukan pemangkasan tenaga kerja dalam jumlah besar.
Ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Fed tetap terjaga. Peluang pemotongan suku bunga diperkirakan terjadi pada pertemuan September atau Oktober.
Di sisi lain, kebijakan perdagangan Trump kembali menjadi sorotan setelah ia mengumumkan tarif baru pada kayu impor dan membuka kemungkinan kesepakatan dagang baru dengan China. Beberapa analis menilai bahwa kebijakan tarif ini bisa memperburuk ketidakpastian di pasar mata uang global.
Dolar AS masih berjuang menemukan momentum di tengah tekanan data ekonomi yang mengecewakan. Sepanjang Februari, indeks dolar telah turun 1,7%, menuju penurunan bulanan terbesar sejak Agustus tahun lalu.