STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak dunia mengalami kemerosotan yang signifikan, pada penutupan perdagangan Rabu (31/1/2024) waktu setempat atau Kamis pagi (1/2/2024) WIB. Tergelincirnya harga komoditas ini antara lain dipicu oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah seiring serangan yang menewaskan tentara Amerika Serikat (AS).
Mengutip NBC News, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret 2024 ditutup turun $1,97 atau 2,53%, menjadi $75,85 per barel di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret 2024 berakhir pada $81,71 per barel, mengalami penurunan sebesar $1,16 atau 1,40% di London ICE Futures Exchange.
Presiden Joe Biden mengumumkan bahwa AS telah menentukan respons atas kematian tentara AS yang disebabkan oleh militan yang didukung oleh Iran. Sementara itu, Iran membantah keterlibatan dalam serangan tersebut dan mengancam akan mengambil tindakan tegas dalam menghadapi agresi AS.
Meskipun demikian, respons di pasar minyak terhadap tegangan yang meningkat di Timur Tengah masih terbilang tenang karena belum terjadi gangguan besar terhadap pasokan minyak mentah. Namun, para analis telah mengingatkan bahwa konfrontasi langsung antara AS dan Iran bisa mengirim harga minyak naik jika terjadi gangguan besar di Selat Hormuz, titik leher penting untuk aliran minyak.
Pelemahan harga minyak ini juga disebabkan oleh keputusan Federal Reserve (The Fed), untuk mempertahankan suku bunga acuan pada level 5,25%-5,5%. Ini menunjukan bahwa bank sentral AS itu belum siap untuk mulai memangkas suku bunga.
Di sisi lain, penurunan harga minyak terjadi setelah aktivitas pabrik di Tiongkok menyusut untuk bulan keempat berturut-turut. Pertumbuhan permintaan minyak global sedang terhambat oleh kondisi ekonomi Negeri Tirai Bambu tersebut.
Kendati begitu, harga minyak naik selama bulan Januari tahun ini. Pada Januari 2024, harga minyak mentah AS naik sebesar 5,86%, sementara patokan global Brent mengalami lonjakan 6,06%. Peningkatan harga ini berkat pertumbuhan ekonomi AS yang lebih kuat dari yang diperkirakan, gangguan pasokan minyak mentah di AS akibat badai salju, dan upaya Beijing untuk merangsang ekonominya.
Pasokan minyak mentah AS mulai pulih minggu lalu setelah badai salju, dengan stok naik 1,2 juta barel dan produksi perkiraan naik menjadi 13 juta barel per hari, menurut Badan Informasi Energi.