STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak dunia terbang tinggi pada penutupan perdagangan Rabu (6/3/2024) waktu setempat atau Kamis pagi (7/3/2024) WIB. Melambungnya harga komoditas ini dipicu oleh pernyataan Bos Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, yang mengindikasikan kemungkinan penurunan suku bunga tahun ini.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April 2024 ditutup meroket sebesar 1,25% menjadi US$79,13 per barel di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei 2024 melejit 1,12% menjadi US$82,96 per barel di London ICE Futures Exchange.
Powell menyampaikan kepada House Financial Services Committee pada Rabu bahwa Federal Reserve perlu melihat “sedikit lebih banyak data” sebelum mengambil keputusan terkait suku bunga. Namun demikian, ia memperkirakan bank sentral akan mulai melonggarkan kebijakan tahun ini seiring dengan meningkatnya keyakinan bahwa inflasi terkendali. Perkiraan penurunan suku bunga ini mendorong kenaikan harga minyak karena suku bunga yang lebih rendah cenderung merangsang ekonomi dan meningkatkan permintaan akan minyak.
Analisis dari broker minyak PVM, Tamas Varga, menyatakan bahwa ketidakpastian seputar pemotongan suku bunga merupakan “musuh publik nomor satu” dari reli minyak yang berkelanjutan. Perkiraan ini menambahkan harapan bahwa pemangkasan suku bunga pada bulan Juni dapat terjadi setelah testimonial Powell dan keputusan suku bunga ECB pada Kamis.
Menurut data yang dirilis oleh Energy Information Administration (EIA) persediaan minyak mentah komersial Amerika Serikat (AS) naik sebesar 1,4 juta barel minggu lalu. Meskipun demikian, peningkatan persediaan ini menurun secara signifikan dari minggu sebelumnya karena kilang minyak memproses lebih banyak minyak mentah menjadi produk jadi. Sementara itu, persediaan bensin AS turun sebesar 4,5 juta barel dalam periode yang sama, menunjukkan bahwa permintaan sedang meningkat.
Harga minyak telah mengalami kenaikan sepanjang tahun ini, mencatatkan kenaikan selama dua bulan berturut-turut. Itu antara lain karena OPEC+ telah memangkas produksi dan ketegangan geopolitik terus berlanjut di Timur Tengah.