STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia naik tajam pada penutupan perdagangan Selasa (9/1/2024) waktu setempat atau Rabu pagi (10/1/2024) WIB. Melejitnya harga komoditas ini seiring penurunan produksi minyak mentah Libya akibat terhentinya operasi ladang minyak Sharara.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari 2024 ditutup melambung sebesar US$1,47 atau sekitar 2,1%, menjadi US$72,24 per barel di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret 2024 berakhir meroket US$1,47 atau sekitar 1,9%, mencapai US$77,59 per barel di London ICE Futures Exchange.
Ladang minyak Sharara, yang merupakan salah satu produsen minyak terbesar di Libya dengan produksi harian mencapai 300.000 barel, terpaksa berhenti beroperasi sejak akhir pekan lalu. Penyebabnya adalah aksi demonstrasi yang berlangsung di wilayah tersebut, mengganggu produksi dan menyebabkan peningkatan harga minyak secara signifikan.
Selain itu, ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga turut mempengaruhi pasar minyak dunia. Pernyataan dari Israel yang menyatakan bahwa pertempuran dengan kelompok militer Hamas akan berlanjut sepanjang tahun 2024, menambah ketidakpastian di pasar. Hal ini menyebabkan kenaikan harga minyak secara global karena investor cenderung mencari perlindungan dalam aset-aset komoditas, termasuk minyak, ketika ketidakpastian geopolitik meningkat.
Meskipun beberapa analis memperkirakan bahwa kenaikan harga dapat bersifat sementara, tetapi dampak dari berhentinya produksi di Libya dan ketegangan di Timur Tengah memberikan tekanan lebih lanjut terhadap pasokan minyak global. Para pelaku pasar sedang memantau perkembangan situasi ini dengan cermat, sementara negara-negara penghasil minyak dan konsumen berusaha mencari solusi untuk menjaga stabilitas pasar.
Kondisi ini memberikan tantangan lebih lanjut bagi perekonomian global yang sedang pulih dari dampak pandemi COVID-19, dengan potensi peningkatan biaya energi yang dapat mempengaruhi berbagai sektor industri. Para ahli memperkirakan bahwa volatilitas harga minyak kemungkinan akan terus berlanjut, tergantung pada perkembangan situasi di Libya dan peristiwa geopolitik di Timur Tengah.