STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) resmi dicatatkan dan mulai diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jumat (24/2/2023). Pada saat pembukaan perdagangan, saham PGEO naik Rp50 (5,71%) menjadi Rp925 dari harga penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) sebesar Rp875/saham. Volume perdagangan saham di pasar reguler mencapai 60,26 juta unit senilai Rp51,22 miliar. Adapun frekuensi perdagangan saham sebanyak 3.252 kali.
PGEO menjadi emiten ke-19 tahun 2023 atau perusahaan tercatat ke 844 di BEI. Perseroan menawarkan ke masyarakat sebanyak 10.350.000.000 saham biasa atas nama. Itu mencapai 25,00% dari modal ditempatkan dan disetor Perseroan setelah IPO saham. Dari aksi korporasi ini, PGEO memperoleh tambahan modal sebesar Rp9,056 triliun.
Perseroan juga mengalokasikan sekitar 630.398.000 saham untuk Program Opsi Pembelian Saham Kepada Manajemen dan Karyawan Perseroan (Management and Employee Stock Option Program (MESOP).
Menurut Ahmad Yuniarto, Direktur Utama PGEO, IPO saham ini untuk mendukung rencana mengembangkan kapasitas terpasang Perseroan sebesar 600 MW hingga 2027.
Perseroan menargetkan untuk meningkatkan basis kapasitas terpasang yang dioperasikan sendiri, dari 672MW saat ini menjadi 1.272MW pada tahun 2027. “Selain juga mendukung ambisi PGE untuk terus tumbuh dan mengembangkan seluruh value chain dari sumberdaya panas bumi Indonesia, sesuai dengan tagline PGE “Energizing Green Future”,” ujarnya, dalam keterangan pers di gedung BEI, Jumat (24/2/2023).
Lebih lanjut Ahmad Yuniarto menjelaskan, selama masa penawaran umum, PGE melakukan roadshow ke sejumlah negara selain Indonesia. Itu diantaranya Singapura, Hong Kong, London, dan New York. Tujuannya tak lain mengundang investor domestik maupun investor asing untuk ikut berpartisipasi dalam IPO PGEO.
“PGE berhasil menarik minat investor domestik maupun investor multinasional yang berkualitas untuk berpartisipasi dalam IPO PGE,” jelasnya.
Adapun beberapa investor domestik dan multinasional yang turut berpartisipasi dalam IPO PGE antara lain adalah Indonesia Investment Authority (INA) dan Masdar, perusahaan clean energy yang berkantor pusat di United Arab Emirates (UAE).
Ahmad Yuniarto menambahkan, IPO Perseroan mengalami kelebihan permintaan atau oversubscribed hingga 3,81 kali dari porsi pooling. Itu melampaui target yang telah ditetapkan sebelumnya. “Hal ini merupakan pencapaian yang sangat cerah bagi Perseroan dan sebagai indikator positif tingkat kepercayaan investor kepada PGE,” imbuhnya.
Berdasarkan informasi dan data dari prospektus, kapasitas pembangkit listrik panas bumi di Indonesia diperkirakan akan tumbuh dengan kuat dari sekitar 2,8GW di tahun 2022 menjadi sekitar 6,2GW di tahun 2030. Adapun CAGR sekitar 10,4%, dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata global pada CAGR sekitar 3,9% dalam periode yang sama. Pada tahun 2030, Indonesia akan memiliki kapasitas panas bumi terbesar di dunia dengan menyumbang sebesar 28% dari proyeksi kapasitas panas bumi bersih secara global.
“Pertumbuhan ini didukung oleh potensi sumber daya panas bumi Indonesia yang signifikan, pertumbuhan permintaan pasar yang pesat serta dukungan kebijakan sebagai bagian utama dari roadmap pemerintah untuk meningkatkan kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional,” tukas Ahmad Yuniarto.
PGE saat ini mengelola 13 Wilayah Kerja Panas Bumi dengan total kapasitas terpasang sebesar 1.877 MW. Rinciannya, kapasitas sebesar 672 MW dikelola langsung (own operation) dan 1.205 MW melalui skema Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract). Adapun kapasitas PLTP 672 MW yang dikelola langsung oleh PGE berasal dari 6 Wilayah Kerja Panas Bumi, yaitu Kamojang di Jawa Barat 235 MW, Karaha di Jawa Barat 30 MW, Lahendong di Sulawesi Utara 120 MW, Ulubelu di Lampung sebesar 220 MW, Lumut Balai di Sumatera Selatan 55 MW dan Sibayak di Sumatera Utara 12 MW.