STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan terhadap segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) yang memerlukan waktu tambahan untuk pulih akibat pandemi Covid-19 hingga 31 Maret 2024. Hal itu disampaikan oleh Darmansyah, Direktur Humas OJK, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (28/11).
Adapun latar belakang diambilnya kebijakan ini, menurut Darmansyah, lantaran OJK menilai saat ini ketidakpastian ekonomi global tetap tinggi. Ini antara lain disebabkan oleh normalisasi kebijakan ekonomi global oleh Bank Sentral AS (the Fed). Selain itu, terjadi ketidakpastian kondisi geopolitik, serta laju inflasi yang tinggi. “Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia ke depan tidak terhindarkan sebagaimana diprakirakan oleh berbagai lembaga internasional,” ujarnya.
Di sisi lain, lanjut dia, pemulihan perekonomian nasional terus berlanjut seiring dengan lebih terkendalinya pandemi dan normalisasi kegiatan ekonomi masyarakat. Sebagian besar sektor dan industri Indonesia telah kembali tumbuh kuat. “Sekalipun demikian, berdasarkan analisis mendalam dijumpai beberapa pengecualian akibat dampak berkepanjangan pandemi Covid-19 (scarring effect),” imbuh Darmansyah.
Untuk diketahui, kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan akan berakhir pada Maret 2023. Adapun sektoral dan targeted yang mendapat tambahan waktu restrukturisasi kredit dari OJK sampai dengan 31 Maret 2024 yakni segmen UMKM yang mencakup seluruh sektor, sektor penyediaan akomodasi dan makan-minumdan beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.
“Kebijakan ini dilakukan secara terintegrasi dan berlaku bagi perbankan dan perusahaan pembiayaan,” jelas Darmansyah.
Sementara itu, kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan yang ada dan bersifat menyeluruh dalam rangka pandemi Covid-19 masih berlaku sampai Maret 2023. Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan pelaku usaha yang masih membutuhkan kebijakan tersebut, dapat menggunakan kebijakan dimaksud sampai dengan Maret 2023 dan akan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian kredit/pembiayaan antara LJK dengan debitur.
“OJK akan terus mencermati perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian nasional, termasuk fungsi intermediasi dan stabilitas sistem keuangan. Dalam kaitan itu, OJK tetap meminta agar LJK mempersiapkan buffer yang memadai untuk memitigasi risiko-risiko yang mungkin timbul. OJK juga akan merespon secara proporsional perkembangan lebih lanjut dengan tetap mengedepankan stabilitas sistem keuangan serta menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional,” pungkas Darmansyah.