STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Pemerintah terus mendorong pemerataan ekonomi melalui Reforma Agraria, yang menjadi salah satu pilar utama sejak diluncurkan Presiden Joko Widodo pada 2017. Salah satu bentuk dukungan tersebut adalah melalui redistribusi lahan dan peremajaan perkebunan sawit rakyat.
Dalam upaya ini, pemerintah telah menerbitkan dua Surat Keputusan (SK) penting. Pertama, SK Biru TORA yang mengatur legalisasi dan redistribusi tanah yang dikuasai negara kepada masyarakat. Kedua, SK Hijau Hutsos yang memungkinkan pemanfaatan hutan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menekankan pentingnya penyelesaian penggunaan tanah dalam kawasan hutan, terutama untuk mendukung tata kelola perkebunan sawit rakyat. “Untuk itu, penyelesaian penggunaan tanah dalam kawasan hutan itu menjadi penting, terutama untuk Kebun Sawit Rakyat agar mendukung tata kelola yang baik,” ujar Airlangga dalam acara Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan, dan Energi Baru Terbarukan (LIKE) 2, Jumat (9/08).
Pada acara tersebut, Presiden Joko Widodo menyerahkan SK Biru TORA seluas 43.100 hektare dan SK Hijau Hutsos seluas sekitar 1.085.276 hektare kepada penerima manfaat. Selain itu, pemerintah juga meresmikan peremajaan sawit rakyat (PSR) di lahan seluas 37.000 hektare, yang terdiri dari 17.600 hektare dari Hutsos dan 19.400 hektare dari tanah hutan TORA.
Realisasi dana PSR hingga Juni mencapai Rp9,6 triliun, mencakup 154.886 pekebun dengan total lahan 344.792 hektare. “Dana yang diterima pekebun akan ditingkatkan dari Rp30 juta menjadi Rp60 juta. Harapannya, produktivitas akan meningkat menjadi 24 ton per TBS per hektare,” kata Menko Airlangga.
Pekebun sawit rakyat di lahan TORA dapat segera mengajukan dana PSR melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sesuai mekanisme Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3 Tahun 2022. Sedangkan, pekebun di lahan Hutsos masih menunggu penyempurnaan regulasi untuk mendapatkan dana tersebut.
Pemerintah juga sedang menyusun Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) Strategi dan Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (Sanas-KSB) tahun 2025-2029, menggantikan Inpres Nomor 6 Tahun 2019. Ini sebagai langkah lanjutan untuk memperbaiki tata kelola kelapa sawit di Indonesia.
“Penerima TORA dan SK Hijau tentu perlu didampingi dari aspek bisnis dan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian, BUMN, serta sektor perbankan dan pengusaha sawit,” tambah Airlangga. Kolaborasi ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas bisnis masyarakat dengan integrasi berbasis desa dan skala regional yang lebih besar.
Turut hadir dalam acara ini beberapa Menteri, Ketua Komisi Yudisial, dan sejumlah Duta Besar Negara Sahabat.