Jumat, Februari 7, 2025
25.9 C
Jakarta

Dolar AS Melonjak, Kekhawatiran Tarif Dorong Kenaikan Imbal Hasil Obligasi

STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Dolar AS mencatat penguatan selama dua hari berturut-turut hingga Rabu,  (8/1/2025) waktu. Ini didukung kenaikan imbal hasil obligasi AS yang mencapai level tertinggi sejak April. Kabar bahwa Donald Trump mempertimbangkan kebijakan tarif baru memicu respons pasar.

Mengutip CNBC International, imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun melonjak ke 4,73%. CNN melaporkan bahwa Trump berencana mendeklarasikan keadaan darurat ekonomi nasional. Langkah ini akan menjadi dasar hukum untuk menerapkan tarif universal, termasuk terhadap negara sekutu.

Washington Post sebelumnya menyebut Trump mempertimbangkan tarif yang lebih terukur. Namun, Trump membantah laporan tersebut.

“Penguatan dolar ini menunjukkan tren yang kuat,” kata Marc Chandler, Kepala Strategi Pasar Bannockburn Global Forex. Ia menambahkan, meski data pekerjaan ADP mengecewakan, dolar tetap kokoh. “Pergerakan ini kemungkinan masih berlanjut,” ujarnya.

Laporan ADP National Employment Report menunjukkan pertumbuhan pekerjaan swasta melambat pada Desember, hanya naik 122.000 pekerjaan. Angka ini jauh di bawah ekspektasi sebesar 140.000 pekerjaan baru.

Namun, klaim tunjangan pengangguran mingguan turun ke level terendah dalam 11 bulan, yakni 201.000, lebih baik dari estimasi 218.000.

Indeks dolar, yang mengukur kekuatan dolar terhadap mata uang utama, naik 0,4% ke 109,02. Euro melemah 0,2% menjadi US$1,0317. Pasar kini menantikan laporan pekerjaan AS pada Jumat yang akan menjadi acuan kebijakan suku bunga Federal Reserve.

Gubernur The Fed Christopher Waller menyebut inflasi diperkirakan melambat hingga 2025. Kondisi ini memberi ruang bagi Fed untuk menurunkan suku bunga, meski waktu dan kecepatan pemangkasan belum pasti.

Sterling juga melemah 1,06% ke US$1,2339, menyentuh level terendah kedua tahun ini. Penurunan ini terjadi di tengah anjloknya saham dan obligasi Inggris, dengan imbal hasil gilt 10 tahun mencapai rekor tertinggi dalam 16,5 tahun.

Dolar menguat 0,22% terhadap yen ke 158,36, mendekati level 160 yang sebelumnya memicu intervensi Jepang. Data menunjukkan sentimen konsumen Jepang memburuk pada Desember, memunculkan keraguan terhadap proyeksi belanja rumah tangga Bank of Japan.

Goldman Sachs memperkirakan tarif baru Trump dapat meningkatkan inflasi global. Namun, kebijakan The Fed diprediksi tetap mencerminkan kekuatan ekonomi AS dibanding dampaknya di negara lain.

Artikel Terkait

Laba Bank Mandiri Taspen Tumbuh 11,93% Jadi Rp1,58 Triliun pada 2024

STOCKWATCH.ID (JAKARTA)- PT Bank Mandiri Taspen (BMTP) membukukan laba...

Naik 6,43%, Laba Bank Capital Indonesia Rp109,38 Miliar pada 2024

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) - PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA)...

RSM Internasional Raih Pendapatan Rp161 Triliun di Tahun 2024, Simak Penjelasannya!

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) - RSM Internasional, penyedia jasa assurance, tax...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Anda tidak dapat copy content di situs ini