STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – PT PAM Mineral Tbk (NICL) membukukan laba bersih sebesar Rp73,5 miliar pada semester pertama 2024. Angka ini melonjak 13,71% dibandingkan laba bersih emiten pertambangan nikel tersebut pada periode yang sama tahun sebelumnya Rp64,7 miliar. Ini seiring meningkatnya laba usaha Perseroan sebesar 1,25% menjadi Rp87,8 miliar, ketimbang Rp86,7 miliar pada akhir Juni 2023.
Menariknya, lonjakan laba NICL terjadi di tengah penurunan penjualan pada paruh pertama 2024. Penjualan Perseroan turun 11,95% menjadi Rp419 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp476 miliar. Penurunan ini disebabkan oleh harga rata-rata nikel yang lebih rendah dari tahun sebelumnya.
Direktur Utama NICL, Ruddy Tjanaka, menjelaskan, meski omzet penjualan turun dibandingkan tahun lalu, namun volume penjualan tetap meningkat signifikan. Hingga Juni 2024, volume penjualan NICL naik sebesar 4,2%, dari 679.066 MT menjadi 707.597 MT. “Kami sangat gembira dengan hasil semester pertama 2024. Kami berhasil melakukan efisiensi dan mengoptimalkan sumber daya meski menghadapi tantangan operasional, termasuk curah hujan tinggi dari Januari hingga Juni 2024. Kami masih bisa meningkatkan volume penjualan,” ujarnya, dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (26/7/2024).
Ia menambahkan, dari sisi neraca, sampai dengan 30 Juni 2024, NICL berhasil membukukan total aset sebesar Rp918,7 miliar, naik 7,22% dari Rp856,8 miliar pada akhir 2023. Ekuitas juga tumbuh 4,88%, dari Rp745,4 miliar menjadi Rp781,8 miliar. Peningkatan ini didorong oleh laba tahun berjalan perseroan.
Targetkan Produksi Nikel
Ruddy mengungkapkan, pihaknya menargetkan produksi nikel sebesar 2.600.000 metrik ton (MT), sepanjang tahun ini. Target tersebut meningkat 41% dari produksi tahun lalu yang mencapai 1.847.000 MT.
Peningkatan target produksi ini didorong oleh permintaan pasar yang terus naik. Semakin banyak smelter yang beroperasi, meningkatkan kebutuhan akan bijih nikel dengan kadar Ni 1.30%-1.50%.
NICL juga telah mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) periode 2024-2026. Total volume penjualan yang disetujui mencapai 7.800.000 WMT. Untuk mendukung target tersebut, NICL tengah meningkatkan daya dukung infrastruktur tambang. Proses pengembangan angkutan jalan tambang dan pelabuhan sedang berlangsung untuk memastikan operasional yang maksimal.
“Kami yakin peningkatan produksi ini sesuai dengan kebutuhan pasar yang terus berkembang. Terbaru, kementerian ESDM telah menyetujui RKAB sebesar 240 juta ton. Namun, cuaca dan ketersediaan alat produksi masih menjadi kendala yang mempengaruhi pasokan kami,” terang Ruddy.
Ia menambahkan, “Dukungan pemerintah sangat membantu kami untuk meningkatkan produksi nikel. Ini akan berdampak positif pada kinerja operasional dan keuangan perusahaan. Kami berharap laba bersih akan meningkat, memberikan nilai tambah bagi pemegang saham dan stakeholder kami.”
Selain itu, NICL berencana fokus pada peningkatan cadangan nikel. Perseroan akan konsisten melakukan eksplorasi berkelanjutan, konservasi cadangan, dan optimalisasi cadangan marginal.
NICL juga menerapkan proyek digitalisasi industri pertambangan. Aplikasi Sistem Digitalisasi Keselamatan Pertambangan, atau “SLAMET,” dirancang untuk mempermudah operasional, implementasi, pengawasan, dan pelaporan keselamatan pertambangan. Dengan “SLAMET,” NICL berharap dapat mengurangi risiko kecelakaan dan meningkatkan efisiensi kerja sambil memenuhi standar Good Corporate Governance.